Ade Kuswara Kunang, SH. Saat Penandatanganan mengangkat Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) pada Rabu 26 Maret 2025 oleh Bupati Bekasi
Bekasi, – Mediarjn.com – Polemik rangkap jabatan kembali mencuat di Kabupaten Bekasi. Sejumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang sebelumnya diperpanjang masa jabatannya berdasarkan SK Bupati Bekasi Dr. H. Dani Ramdan, ternyata juga diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) pada Rabu 26 Maret 2025 oleh Bupati Bekasi saat ini, Ade Kuswara Kunang, SH. Selasa, (13/5/2025).
Fenomena ini menimbulkan tanda tanya serius: apakah rangkap jabatan tersebut telah mendapatkan persetujuan sesuai regulasi kepegawaian? Dan yang lebih penting, bagaimana pengaruhnya terhadap kinerja institusi desa dan pelayanan masyarakat?
Regulasi Tegas: Rangkap Jabatan Harus Disetujui Instansi Pembina Kepegawaian
Dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 411-24/1490/BPD melalui Dirjen Bina Pemerintahan Desa, ditegaskan bahwa anggota BPD yang merangkap jabatan sebagai aparatur pemerintah, termasuk ASN maupun P3K, wajib memperoleh persetujuan dari pembina kepegawaian di instansi masing-masing. Hal ini untuk menghindari konflik peran, tumpang tindih kewenangan, dan potensi inefisiensi pelayanan publik.
Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi apakah Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang telah menyetujui kondisi rangkap jabatan tersebut.
Kasus di Lapangan: Desa Sumberjaya, Tambun Selatan
Salah satu kasus konkret terjadi di Desa Sumberjaya, Kecamatan Tambun Selatan, di mana terdapat dua anggota BPD berinisial NH dan HA yang diketahui telah diangkat menjadi P3K namun tetap aktif sebagai anggota BPD.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat desa dan penggiat pemerintahan lokal. Apakah jabatan ganda ini justru menciptakan beban kerja ganda atau malah membuka potensi “makan gaji buta”?
RJN Bekasi Raya Desak Evaluasi Serius
Menanggapi situasi ini, Hisar Pardomuan, Ketua Ruang Jurnalis Nusantara (RJN) Bekasi Raya, menyampaikan pernyataan tegas:
“Rangkap jabatan antara BPD dan P3K tidak hanya bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, tetapi juga berisiko mengganggu efektivitas pelayanan publik di tingkat desa. Bupati Bekasi harus segera melakukan evaluasi menyeluruh. Jangan sampai publik menilai ini sebagai pembiaran birokrasi yang tidak efisien,” ujarnya.
Hisar menekankan, apabila tidak ada tindakan cepat dan tegas dari pemerintah daerah, fenomena rangkap jabatan ini berpotensi meluas dan mengurangi kepercayaan publik terhadap integritas pemerintahan desa.
Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah
- Verifikasi Ulang Status Rangkap Jabatan – Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD) perlu menelusuri data kepegawaian dan status aktif para anggota BPD yang telah diangkat menjadi P3K.
- Evaluasi Kinerja BPD – Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) wajib melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas BPD yang memiliki jabatan rangkap.
- Transparansi kepada Publik – Diperlukan pernyataan terbuka dari Bupati Bekasi untuk menjawab keraguan masyarakat terkait kepatuhan terhadap regulasi pusat.
Antara Kepatuhan Regulasi dan Etika Pelayanan Publik
Rangkap jabatan antara BPD dan P3K bukan sekadar masalah administratif. Ini adalah soal etika publik, efisiensi birokrasi, dan kepercayaan masyarakat. Dalam konteks reformasi birokrasi dan good governance, kejelasan status dan kesesuaian dengan peraturan merupakan harga mati.
Publik menunggu jawaban. Dan lebih dari itu, publik menanti tindakan nyata.
Red