Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko. Polri dan Mahkamah Konstitusi dalam konteks putusan hukum
Jakarta, – Mediarjn.com – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian uji materi terhadap pasal-pasal terkait pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Putusan ini menandai langkah penting dalam reformasi hukum pidana Indonesia, khususnya dalam menjamin kebebasan berekspresi dan kepastian hukum. Polri siap beradaptasi usai adanya putusan MK soal UU ITE. Rabu, (30/4/2025).
Pada 21 Maret 2024, MK menyatakan bahwa Pasal 14 dan 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, yang mengatur penyebaran berita bohong yang dapat menimbulkan keonaran, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, Pasal 310 ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik dinyatakan inkonstitusional bersyarat, dengan penekanan bahwa unsur perbuatan harus dilakukan “dengan lisan” untuk dapat dijerat hukum. MK juga menegaskan bahwa penyebaran informasi atau dokumen elektronik yang memuat pemberitahuan bohong atau hoaks dapat dipidana hanya jika menimbulkan kerusuhan di ruang fisik, bukan di ruang digital. MK Batasi Pasal Karet di UU ITE, Polri Siap Adaptasi
Menanggapi putusan tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, menyatakan bahwa Polri akan beradaptasi, mengkaji, dan patuh terhadap aturan yang berlaku. Ia menegaskan bahwa Polri akan mengikuti putusan MK dan menyesuaikan langkah-langkah penegakan hukum ke depannya.
Putusan MK ini dianggap sebagai langkah progresif dalam menjamin kebebasan berekspresi dan mencegah penyalahgunaan pasal-pasal “karet” yang dapat mengancam hak-hak warga negara. Dengan dihapusnya pasal-pasal tersebut, diharapkan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap individu atau kelompok yang menyampaikan kritik atau pendapat di ruang publik.
Meskipun putusan ini tidak berlaku surut, artinya kasus-kasus yang sudah ditangani sebelumnya tetap berjalan, namun ke depannya, aparat penegak hukum harus menyesuaikan dengan ketentuan baru. Ini menuntut adanya pelatihan dan sosialisasi terhadap aparat penegak hukum agar memahami batasan-batasan baru dalam penegakan hukum terkait pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong.
Langkah MK dalam menghapus dan merevisi pasal-pasal terkait pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong merupakan upaya untuk menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan menghormati hak asasi manusia. Respons Polri yang siap beradaptasi menunjukkan komitmen institusi penegak hukum dalam mendukung reformasi hukum dan menjamin kebebasan berekspresi di Indonesia.