IAW Laporkan Dugaan Penyimpangan Hukum ke Menteri Hukum RI: Soroti Kasus Mafia Tanah di BPN Jakarta Timur

Ketua IAW Hasan Basri melaporkan dugaan penyimpangan hukum di BPN Jakarta Timur kepada staf ahli Menteri Hukum RI.
Ketua IAW Hasan Basri melaporkan dugaan penyimpangan hukum Timur kepada staf ahli Menteri Hukum RI.

Jakarta, – Mediarjn.com Setelah sebelumnya mengajukan aduan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Lembaga Indonesia Accountability Watch (IAW) kembali bergerak dengan mendatangi Kementerian Hukum Republik Indonesia. Kedatangan Ketua Umum IAW, Drs. H. Hasan Basri, S.H., M.H., bersama jajaran pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IAW, diterima langsung oleh Dr. Sucipto, S.H., M.H., M.Kn., Staf Ahli Menteri Hukum Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Penguatan Reformasi Birokrasi. Senin, (10/3/2025).

Langkah ini diambil sebagai upaya mengadukan persoalan hukum terkait sengketa kepemilikan tanah yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), tetapi masih mendapatkan perlawanan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur.

Dalam pertemuan ini, Hasan Basri mengungkapkan adanya dugaan penyalahgunaan kewenangan di BPN Jakarta Timur yang berujung pada perampasan tanah milik almarhum Budi Suyono. Pihak-pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini antara lain:

BPN Jakarta Timur – Dituduh melakukan tindakan melawan hukum dengan membatalkan sertifikat hak milik almarhum Budi Suyono dan menerbitkan sertifikat baru atas nama pihak lain.
PT Citra Abadi Mandiri – Perusahaan yang kini menguasai lahan tersebut, dengan Letjen (Purn.) Nono Sampono sebagai direktur.
Sugiarto Kusuma alias Aguan – Pemilik utama perusahaan pengembang yang diduga mendapatkan keuntungan dari pengalihan hak atas tanah tersebut.

Menurut Hasan Basri, kliennya telah memenangkan gugatan hingga lima kali berturut-turut, termasuk melalui dua kali proses Peninjauan Kembali (PK). Namun, BPN Jakarta Timur tetap menghalangi eksekusi putusan pengadilan dengan dalih administratif.

Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk gratifikasi dan persekongkolan dengan mafia tanah untuk mengamankan kepentingan pengembang besar. Kakantah BPN Jakarta Timur diduga terlibat dalam praktik “Delik Pengondisian”, yakni upaya sistematis untuk membelokkan putusan hukum demi kepentingan kelompok tertentu.

Kasus ini mencerminkan krisis penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam sektor agraria. Dugaan gratifikasi yang melibatkan pejabat BPN memperburuk citra lembaga negara dan berpotensi melemahkan kepercayaan publik terhadap sistem hukum.

“Bagaimana mungkin sebuah keputusan hukum yang telah berkekuatan tetap masih bisa dipermainkan? Jika ini dibiarkan, maka hukum di negeri ini hanya akan berpihak pada yang kuat dan berkuasa,” ujar Hasan Basri dalam pertemuan tersebut.

Menanggapi laporan ini, Dr. Sucipto menyatakan bahwa pihaknya akan menyampaikan permasalahan ini kepada Menteri Hukum, Dr. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H. Ia menegaskan bahwa kementerian akan mengkaji langkah-langkah yang dapat diambil untuk memastikan adanya kepastian hukum dalam kasus ini.

“Saya akan menyampaikan langsung kepada Menteri. Kami akan melihat apakah langkah yang tepat adalah bersurat ke BPN atau mengambil tindakan hukum lain sesuai prosedur yang berlaku,” ungkap Sucipto.

Selain itu, Sucipto juga mengarahkan IAW untuk mengajukan surat resmi ke Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), mengingat kini Kementerian Hukum dan Kementerian HAM telah dipisahkan sebagai dua entitas berbeda.

IAW menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini hingga ada keputusan konkret dari pemerintah. Hasan Basri menutup pertemuan dengan pernyataan tegas:

“Kami datang ke sini bukan sekadar mengadu, tapi meminta keadilan bagi masyarakat. Jika hukum tidak bisa ditegakkan dengan benar, maka mafia tanah akan terus merajalela.”

Kasus ini menjadi ujian bagi pemerintah dan aparat penegak hukum dalam membuktikan komitmen mereka terhadap pemberantasan mafia tanah dan reformasi birokrasi di sektor pertanahan.


(Red)