Foto: Aksi saling dorong antara warga penghuni dan aparat gabungan terjadi saat pihak Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II merencanakan eksekusi lahan di Perumahan Cluster Setia Mekar Residence 2, Desa Setia Mekar, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi pada Kamis (30/1/2025).
Bekasi, – Mediarjn.com – Bentrokan terjadi antara warga Perumahan Cluster Setia Mekar 2, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, dengan aparat gabungan ketika Pengadilan Negeri (PN) Cikarang Kelas II merencanakan eksekusi rumah/ Pengosongan paksa rumah pada Kamis (30/01/2025).
Berdasarkan pantauan Mediarjn.com, aksi saling dorong antara warga yang menolak eksekusi dan personel kepolisian terjadi di gerbang utama perumahan sejak pukul 15.00 hingga 16.40 WIB. Aparat dari kepolisian, TNI, Satpol PP, serta jajaran PN Cikarang berjaga di lokasi. Akibatnya, akses utama Jalan Bumi Sani menuju Jalan Rawa Kalong dan Papan Mas terblokir, menghambat lalu lintas kendaraan.
Warga Menolak Eksekusi, SHM Jadi Dasar Pembelaan
Ratusan penghuni menolak eksekusi dengan alasan mereka memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang sah atas rumah dan ruko di perumahan tersebut. Salah satu warga, Bari, menegaskan bahwa transaksi pembelian unit dilakukan secara resmi dan telah diverifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Saya bisa menjelaskan bahwa kami membeli rumah ini dengan sertifikat resmi. Bahkan sebelum membeli, kami sudah memastikan status tanah di BPN dan tidak ada catatan sengketa atau blokir,” ujar Bari saat diwawancarai.
Ia juga menyebut bahwa beberapa warga yang belum memiliki SHM tengah mencicil rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di sejumlah bank, termasuk Bank BRI.
Eksekusi Tanpa Sosialisasi, Warga Pertanyakan Prosedur Hukum
Bari mengungkapkan bahwa warga baru mengetahui rencana eksekusi pada 18 Desember 2024 melalui ketua RT setempat, tanpa adanya pemberitahuan atau kesempatan bagi warga untuk memberikan klarifikasi di pengadilan.
“Kami tidak pernah dimintai keterangan dalam persidangan, tiba-tiba ada eksekusi. Padahal rumah kami memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sertifikat yang sah,” tambahnya.
Mediasi Gagal, Warga Diminta Bayar Rp 4 Juta per Meter
Sebelum eksekusi dilakukan, mediasi antara pemilik rumah dengan pemenang perkara, Nyi Mimih Jamilah, telah berlangsung. Namun, dalam pertemuan tersebut, warga yang merasa dirugikan mengaku diminta membayar Rp 4 juta per meter sebagai kompensasi lahan.
“Kami bahkan tidak tahu duduk perkaranya, tetapi tiba-tiba diminta membayar sebagai bentuk kompensasi kepada pihak pemenang perkara,” ujar Bari.
Gugatan Keberatan Sedang Berjalan, Warga Pertanyakan Urgensi Eksekusi
Selain itu, warga telah mengajukan gugatan perlawanan terhadap eksekusi di PN Cikarang, yang sidangnya dijadwalkan pada 10 Februari 2025. Warga menilai eksekusi seharusnya ditunda sampai ada putusan final atas gugatan mereka.
“Kami melakukan perlawanan hukum. Seharusnya, selama masih ada proses peradilan, eksekusi tidak bisa dilakukan,” tegas Bari.
Harapan Warga: Solusi Damai Tanpa Eksekusi Sepihak
Warga lainnya, Hendra, juga menyesalkan putusan eksekusi ini karena sebelumnya telah memastikan keabsahan lahan di BPN dan kantor desa.
“Kami membeli rumah ini sesuai prosedur hukum, melalui notaris, dan telah dicek di BPN serta kantor desa. Tidak ada catatan sengketa,” ujar Hendra.
Sementara itu, Rudi, warga lainnya, berharap agar ada solusi yang lebih adil tanpa tindakan eksekusi sepihak.
“Kami ingin ada musyawarah. Jangan sampai kami yang membeli rumah secara resmi justru dirugikan. Kami berharap ada jalan keluar yang baik,” tutupnya.
Sengketa Tanah Harus Diselesaikan Secara Adil
Kasus ini mencerminkan pentingnya transparansi dalam eksekusi lahan serta perlindungan hukum bagi warga yang telah membeli rumah secara sah. Dengan gugatan perlawanan yang masih berjalan, diharapkan PN Cikarang dan pihak terkait dapat meninjau kembali proses hukum yang telah ditempuh, sehingga hak-hak warga tetap terjaga.
(Redaksi)