“Koruptor Memakai Topeng Kepalsuan Nasionalisme” oleh Dr. Appe Hutauruk SH., MH.
Jakarta, – Mediarjn.com – Bung Karno dengan tegas menyatakan bahwa pada masa pra-kemerdekaan, imperialisme adalah musuh utama rakyat Indonesia. Dalam pidato peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966, Presiden Soekarno menegaskan petuah legendaris: “Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah,” yang disingkat sebagai JASMERAH.
Kini, bangsa Indonesia tengah menghadapi pergumulan dan pergulatan maha dahsyat, sebagai akibat dari tekanan berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Ironisnya, tekanan ini tidak semata datang dari luar, tetapi justru dari anak bangsa sendiri — mereka yang bermaksud mengubah ideologi Pancasila dan menciptakan kekacauan dengan mengusung neoliberalisme sebagai wajah baru dari imperialisme gaya baru yang memusatkan kekuatan pada modal.
Belum lagi kita hitung kehadiran para “penjahat berdasi”, “tikus kantor”, para pelaku white collar crime yang tanpa malu dan penuh kerakusan merampok uang rakyat dan negara.
Tampaknya banyak anak bangsa kini telah kehilangan arah dan berubah menjadi “Dewa Mabuk”, yang melupakan petuah JASMERAH. Mereka tidak peduli, atau bahkan dengan sengaja menghilangkan rekam jejak sejarah, tentang betapa beratnya perjuangan para pendiri bangsa untuk memproklamasikan kemerdekaan, memperjuangkan kedaulatan negara agar diakui secara internasional, dan membangun rumah bangsa bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun anehnya, justru mereka yang kini merusak ideologi Pancasila, merampok uang negara, dan merusak tatanan ekonomi dengan wajah neoliberalisme, dengan lantang mengaku sebagai nasionalis. Padahal, mereka memakai topeng kepalsuan, seolah bernazar atas nama bangsa dan negara.
Waspada terhadap Kemunafikan Berbungkus Nasionalisme
Pemerintah dan rakyat Indonesia harus waspada terhadap perilaku munafik para pemakai topeng kepalsuan nasionalisme. Di balik nafsu buas mereka tersembunyi kejahatan laten (hidden criminality). Sesungguhnya, mereka adalah bahaya laten yang dapat mengancam setiap saat.
Imperialisme yang kini menjelma dalam bentuk neoliberalisme tetap menjadi musuh rakyat Indonesia. Untuk menghadapinya, Bung Karno mengajarkan bahwa persatuan nasional harus dibangun atas dasar semangat nasionalisme kebangsaan.
Tindak Korupsi dan Topeng Kepalsuan
Jika perilaku para penjahat berdasi ini dikaitkan dengan praktik penyelenggaraan pemerintahan, khususnya tata kelola pemerintahan daerah, maka jelas terlihat bahwa korupsi dilakukan oleh aparatur negara — baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk kepala daerah.
Korupsi tersebut utamanya terkait dengan penyalahgunaan:
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
- Perizinan
- Infrastruktur
- Pengadaan barang dan jasa
- Promosi dan mutasi pejabat
- Pengelolaan aset daerah
Semua itu berakar dari penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang dimiliki karena jabatan atau kedudukannya.
Kejahatan yang Terstruktur dan Sistemik
Kepala daerah dan/atau pejabatnya seringkali bersekongkol secara kolektif dengan pihak swasta dalam sebuah permufakatan jahat (conspiracy) — yang dalam terminologi hukum disebut tindak pidana korupsi.
Modus yang kerap terungkap di persidangan mencakup:
- Mark up (penggelembungan harga)
- Penerimaan upeti
- Crime model lainnya yang memiliki motif memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Tidak jarang pula ditemukan, tindak pidana tersebut merupakan efek domino dari kejahatan politik, terutama dengan dalih “take and give” atau balas jasa politik dari suksesi pemilihan kepala daerah.
Proyek Fiktif dan Rekayasa Kebijakan
Metode balas jasa politik itu kemudian berkembang menjadi praktik nepotisme dan perkoncoan. Di sinilah terjadi konsensus beritikad buruk — yaitu melalui pemberian kesempatan pada proyek fiktif atau proyek “jadi-jadian”, dengan siasat rekayasa kebijakan.
Dari sinilah muncul proyek-proyek:
- Yang tidak penting, seolah-olah penting
- Yang tidak perlu, seolah-olah perlu
- Bahkan yang tidak ada, seolah-olah ada
Akibat dari praktik ini adalah kerugian keuangan negara dan/atau perekonomian negara.
Stigma dan Ketegasan Terhadap Koruptor
Oleh karena itu, sangat wajar jika para koruptor tidak lagi diberikan remisi dalam bentuk apa pun. Apalagi jika kita sepakat bahwa:
“Korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime)”
…yang harus diberantas hingga ke akar-akarnya, agar tidak menjadi bahaya laten yang mengancam pencapaian Tujuan Nasional, sebagaimana dimandatkan oleh konstitusi kepada pemerintah.