Medan, – Mediarjn.com – Serangkaian bencana banjir besar dan longsor yang melanda Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat kembali menghidupkan perdebatan soal tata kelola hutan di Indonesia. Di tengah situasi ini, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) bersama Auriga Nusantara merilis temuan penting terkait kebijakan pemberian izin konsesi yang dianggap memberi andil besar terhadap kerusakan ekologis.
Dalam kajian bertajuk “Indonesia Tanah Air Siapa: Kuasa Korporasi di Bumi Pertiwi”, kedua lembaga tersebut menempatkan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sebagai kepala negara yang mengeluarkan izin konsesi lahan paling masif sepanjang masa reformasi. Selama dua periode pemerintahannya, total sekitar 55 juta hektar lahan dilepas kepada berbagai perusahaan.
Jumlah itu memang masih berada di bawah total konsesi pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang mencapai 78,6 juta hektar, namun harus dicatat bahwa Soeharto berkuasa selama 32 tahun. Sementara SBY hanya memimpin selama satu dekade. Pada periode tersebut, Kementerian Kehutanan dipimpin dua menteri, yakni MS Kaban (2004–2009) dan Zulkifli Hasan (2009–2014), yang belakangan kembali menjadi sorotan publik setelah fotonya mengangkut beras bantuan viral di media sosial.
Kerusakan Hutan dan Bencana Ekologis
Di sisi lain, WALHI menilai bahwa bencana besar yang kini melanda Sumatera tidak semata-mata dipicu hujan ekstrem. Dengan kata lain, faktor cuaca hanyalah pemantik. Masalah sesungguhnya ada pada kondisi ekologis yang telah rapuh akibat ekspansi industri ekstraktif dalam skala besar.
Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional, Uli Arta Siagian, menyebut bahwa sejak 2016 hingga 2024, kawasan hutan di tiga provinsi tersebut menyusut hingga 1,4 juta hektar. Pada saat yang sama, terdapat 631 izin perusahaan yang aktif beroperasi — mulai dari pertambangan, perkebunan sawit monokultur, hingga izin pemanfaatan hutan (PBPH) dan proyek energi seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Batang Toru.
“Infrastruktur ekologis di Sumatera sudah sangat rentan. Ketika curah hujan ekstrem datang, kerusakan yang terjadi menjadi jauh lebih besar,” ujarnya.
WALHI menegaskan bahwa alih fungsi hutan secara masif adalah faktor utama yang memperparah banjir dan longsor di Sumatera. Tanpa pembenahan kebijakan tata ruang dan pengendalian izin, mereka menilai bencana akan selalu berulang dengan dampak yang semakin luas.
(BMH/Mediarjn.com)

