Media Rubrik Jurnal Nusantara - Inspiratif - Inovatif - Kompetitif"
Ucapan Idul Adha 1446 H dari H. Nurchaidir, Plt. Kepala Dinas Perkimtan Kabupaten Bekasi

Dipindahkan Diam-diam Tanpa Urgensi, Pengacara Pertanyakan Proses Pemindahan Klien WNA Nigeria dari Imigrasi Tangerang ke Balikpapan

Pengacara mendatangi Rudenim Tangerang terkait pemindahan diam-diam tiga WNA Nigeria ke Balikpapan tanpa pemberitahuan resmi.

Pengacara mendatangi Rudenim Tangerang terkait pemindahan diam-diam tiga WNA Nigeria ke Balikpapan tanpa pemberitahuan resmi.

Kuasa Hukum Soroti Ketidakterbukaan dan Dugaan Diskriminasi dalam Penanganan Tahanan Administratif oleh Imigrasi

Tangerang, – Mediarjn.com Proses pemindahan tiga orang Warga Negara Asing (WNA) asal Nigeria dari Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Tangerang ke Balikpapan menuai kritik tajam dari tim kuasa hukum yang mendampingi mereka. Pemindahan dilakukan secara mendadak tanpa pemberitahuan resmi dan dianggap tidak berdasarkan urgensi hukum yang jelas.

Tim pengacara yang dipimpin oleh Ronauli Silaen, Anggiat Anju Hutasoit, dan Mr. Parasian Hutasoit mendatangi Kantor Imigrasi Tangerang sejak pukul 06.30 WIB, Rabu (25/6/2025), setelah menerima informasi bahwa klien mereka akan dipindahkan ke Balikpapan.

“Tidak Ada Urgensi, Tapi Klien Kami Dipindahkan Diam-diam”

Dalam pernyataan yang disampaikan kepada wartawan, Ronauli menegaskan bahwa ketiga klien mereka bukan pelaku kejahatan, bukan teroris, dan bukan pula pelanggar keimigrasian ilegal.

“Klien kami memiliki izin tinggal yang sah. Mereka adalah pekerja dan investor asing yang sah di Indonesia. Tuduhan terhadap mereka bersifat administratif, bukan pidana,” ujar Ronauli.

Tim kuasa hukum juga menyesalkan pemindahan yang dilakukan secara diam-diam, tanpa pemberitahuan kepada kuasa hukum, serta tanpa adanya penetapan hukum yang mendahului.

“Kami sudah melapor ke Kepala Inspektorat, menggugat ke Pengadilan Negeri Tangerang, dan bersurat ke Direktorat. Tapi justru, klien kami diam-diam dipindahkan tanpa pemberitahuan kepada kami. Bahkan kami ditolak masuk ke ruang detensi,” tambahnya.

“Kenapa Hanya Klien yang Pakai Pengacara yang Dipindahkan”

Pemindahan ini menjadi semakin janggal karena hanya tiga WNA yang dipindahkan adalah mereka yang menggunakan jasa pengacara.

“Saya tanya ke pihak imigrasi, kenapa hanya klien yang memakai pengacara yang dipindahkan? Jawabannya, ini arahan dari pimpinan direktorat. Apakah direktorat tahu siapa klien saya? Ini mencurigakan dan menimbulkan kesan diskriminasi,” tegas Ronauli.

Ronauli mengingatkan agar tidak ada perlakuan tidak adil terhadap WNA yang sedang menjalani proses hukum administratif, mengingat banyak WNI juga berada di luar negeri dan berharap diperlakukan dengan adil oleh negara lain.

Anggiat: Perlakuan Tidak Manusiawi dan Tidak Sesuai Prosedur

Senada dengan Ronauli, Anggiat Anju Hutasoit juga mengkritik keras perlakuan yang diterima para kliennya selama dalam detensi. Ia menilai perlakuan imigrasi telah melewati batas kemanusiaan.

“Mereka tidak diberi tempat tidur, bahkan ada yang mengaku dipukul dan disetrum. Padahal mereka bukan narapidana, bukan pengedar narkoba, dan bukan pelaku kekerasan. Mereka investor yang menanam modal di Indonesia. Ini memalukan,” ujar Anggiat.

Ia juga menyayangkan sikap aparat yang justru mempersulit akses kuasa hukum, sementara pihak lain yang tidak resmi justru bebas keluar-masuk.

Pengacara: Pemindahan Diduga Hanya untuk Jauhkan Klien dari Kuasa Hukumnya

Tim hukum menilai bahwa alasan pemindahan karena “detensi penuh” tidak rasional, dan justru terkesan sebagai upaya untuk menjauhkan pengacara dari kliennya.

“Tidak ada kondisi genting. Tidak ada kerusuhan, tidak ada kebakaran. Tapi klien kami dipindahkan secara tiba-tiba. Ini sudah terjadi juga di wilayah lain, termasuk Bandung. Kami menduga ini pola sistemik,” lanjut Anggiat.

Seruan untuk Menteri dan Pejabat Terkait

Dalam penutup pernyataannya, tim pengacara meminta perhatian langsung dari Menteri Hukum dan HAM, Wakil Menko Polhukam, Direktur Jenderal Imigrasi, serta tokoh senior hukum nasional seperti Pak Otto dan Pak Yusril.

“Kami sudah bersurat berkali-kali, tapi tak pernah mendapat tanggapan. Jangan sampai ini viral dan mencoreng nama baik institusi. Jika terus dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum kita,” tegas Ronauli.

Evaluasi Prosedur dan Akses Keadilan

Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut akses terhadap keadilan, profesionalisme aparatur negara, serta prinsip non-diskriminasi terhadap warga asing yang sah dan taat hukum. Tim hukum meminta agar seluruh proses dan standar operasional prosedur (SOP) di lingkungan Imigrasi dievaluasi dan dikembalikan ke rel hukum yang adil dan transparan.

“Kami pengacara resmi. Tapi tidak diberi akses. Kalau kami saja dipersulit, bagaimana nasib warga asing yang tidak didampingi kuasa hukum? Ini pertanyaan serius untuk seluruh sistem hukum kita,” pungkas Anggiat.


Boy Three Immanuel Hutasoit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *