Memuat berita terbaru...  

Media Rubrik Jurnal Nusantara - Inspiratif - Inovatif - Kompetitif"
Slider Banner HUT RI 80  
   
  Drs. Boan. M. Pd. Ketua MKKS SMKN Kota Bekasi  Drs. H. Ahmad Tajiri. MA. Ketua Sr 05 SMPN Kab Bekasi Waluyo, M.SI. Kepala SMAN 05 KOTA BEKASi DIDI Kepala MKKS SMAN Kabupaten Bekasi quotes Jurnalistik HUT KEJAKSAAN RI 80 BANNER 000    
“Bencana banjir bandang di Tapanuli, WALHI Sumut sebut akibat kerusakan ekologis Batang Toru.”

Medan, Sumut, – Mediarjn.com Serangkaian banjir bandang dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Tapanuli sejak Selasa (25/11/2025) kembali menimbulkan kerusakan luas dan trauma bagi ribuan warga. Selain merusak infrastruktur dan ribuan hektare lahan, bencana ini menjadi peringatan serius mengenai kondisi ekologis kawasan hulu.

WALHI Sumut Tegaskan: Ini Bencana Ekologis, Bukan Sekadar Cuaca Ekstrem

Dalam rilis resmi yang diterima Mediarjn.com, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara menegaskan bahwa bencana ini merupakan akumulasi kerusakan lingkungan di kawasan Ekosistem Harangan Tapanuli/Batang Toru, bukan semata-mata akibat hujan deras.

Catatan WALHI menunjukkan delapan kabupaten/kota terdampak, dengan Tapanuli Selatan dan Tapanuli Tengah sebagai wilayah paling parah. Total 51 desa di 42 kecamatan mengalami kerusakan berat pada hunian, fasilitas publik, sekolah, rumah ibadah, hingga aktivitas ekonomi masyarakat.

Ekosistem Batang Toru: Penyangga Hidrologis yang Terus Menyusut

Ekosistem Batang Toru merupakan bentang hutan tropis penting yang menjadi penopang hidrologis di Sumatera Utara. Kawasan ini secara administratif meliputi:

  • 66,7% Tapanuli Utara
  • 22,6% Tapanuli Selatan
  • 10,7% Tapanuli Tengah

Hutan yang menjadi bagian dari Bukit Barisan ini berfungsi mengatur sumber air, menahan banjir dan longsor, serta menopang sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS) utama. Namun, WALHI menilai tutupan hutan terus mengalami degradasi dalam satu dekade terakhir akibat aktivitas industri masif.

Tujuh Perusahaan Diindikasikan Berkontribusi pada Kerusakan Ekologis

Direktur Eksekutif WALHI Sumut, Rianda Purba, menyampaikan terdapat tujuh perusahaan yang dinilai memiliki kontribusi signifikan terhadap degradasi hutan Batang Toru, antara lain:

  1. PT Agincourt Resources – Tambang Emas Martabe
  2. PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) – PLTA Batang Toru
  3. PT Pahae Julu Micro-Hydro Power – PLTMH Pahae Julu
  4. PT SOL Geothermal Indonesia – Panas Bumi Taput
  5. PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL) – Unit PKR Tapanuli Selatan
  6. PT Sago Nauli Plantation – Perkebunan sawit Tapanuli Tengah
  7. PTPN III Batang Toru Estate – Perkebunan sawit Tapanuli Selatan

“Aktivitas eksploitasi ketujuh perusahaan ini membuat tutupan hutan Batang Toru terbuka dan memicu kerusakan ekologis yang kini berujung bencana,” tegas Rianda.

Temuan Lapangan: Kerusakan Hulu yang Bermuara Menjadi Bencana

1. PT Agincourt Resources

  • Penurunan tutupan hutan ±300 hektare (2015–2024).
  • TMF berlokasi dekat Sungai Aek Pahu yang kerap keruh saat hujan.
  • Ekspansi direncanakan membuka 583 hektare dan menebang 185.884 pohon; sekitar 120 hektare disebut sudah terbuka.

2. PLTA Batang Toru (NSHE)

  • Membuka 350 hektare hutan di sepanjang aliran sungai.
  • Menyebabkan fluktuasi debit air, sedimentasi tinggi, dan pembuangan material galian.
  • Video banjir memperlihatkan gelondongan kayu diduga berasal dari area proyek.

3. PT Toba Pulp Lestari (TPL) – Unit PKR

  • Ribuan hektare hutan di DAS Batang Toru berubah menjadi perkebunan berbasis eukaliptus, terutama di wilayah Sipirok.

4. Pembukaan Hutan melalui Skema PHAT

  • Sedikitnya 1.500 hektare hutan terdegradasi dalam tiga tahun terakhir.
  • Merusak koridor satwa penghubung Dolok Sibualbuali – Hutan Lindung Batang Toru Blok Barat.

“Ini Bukan Sekadar Bencana Alam”

WALHI Sumut menegaskan bahwa bencana yang melanda Tapanuli merupakan bencana ekologis, hasil dari deforestasi terukur di kawasan hulu.

“Setiap banjir membawa kayu-kayu besar. Citra satelit menunjukkan area terbuka di sekitar lokasi bencana. Ini bukan semata faktor cuaca, tetapi ada campur tangan manusia melalui pembukaan hutan,” ujar Rianda.

Ia juga menilai pemerintah gagal mengendalikan laju degradasi lingkungan sehingga masyarakat kembali menjadi korban bencana berulang.

WALHI Sumut Sampaikan Empat Tuntutan Kebijakan

WALHI mendesak pemerintah daerah dan nasional untuk mengambil langkah tegas, yakni:

1. Menghentikan Aktivitas Industri Ekstraktif di Ekosistem Batang Toru

Evaluasi hingga pencabutan izin perusahaan seperti:

  • PT Agincourt Resources
  • PLTA Batang Toru (NSHE)
  • PT Toba Pulp Lestari
  • serta empat perusahaan lain di sekitar kawasan hutan.

2. Penegakan Hukum terhadap Pelaku Perusakan Lingkungan

Pemeriksaan menyeluruh dan penindakan atas tujuh perusahaan yang diduga terlibat dalam kerusakan ekologis.

3. Kebijakan Perlindungan Ekosistem Batang Toru

Penyusunan kebijakan lintas kabupaten, provinsi, hingga nasional untuk melindungi kawasan hulu secara integratif.

4. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Para Penyintas

Mulai dari evakuasi, pemulihan psikologis, layanan kesehatan, hingga pemetaan ulang kawasan rawan bencana.

Desakan Keadilan bagi Lingkungan dan Korban

“Kami berduka atas bencana ekologis yang menimpa Sumatera Utara. Semoga para penyintas diberi kekuatan. Negara harus bertindak dan menghukum para pelanggar lingkungan,” tutup Rianda Purba.


(BMH – Mediarjn.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *