Dr. H.M.Sunarno,S.H.,M.H.,M.Kn.
Dosen Univeristas Mpu Tantular
Jakarta, – Mediarjn.com – Industri rokok kembali menghadapi tekanan berat akibat kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Akademisi menilai, kebijakan ini berdampak langsung terhadap penurunan produksi, ancaman PHK massal, dan melemahnya daya saing industri resmi.
Dampak Kenaikan Cukai Rokok
Dr. H.M. Sunarno, S.H., M.H., M.Kn., Dosen Universitas Mpu Tantular, menjelaskan bahwa cukai rokok telah naik 67,5% secara kumulatif dalam lima tahun terakhir. Kenaikan ini dinilai menjadi pukulan bagi industri padat karya yang melibatkan hampir 2 juta pekerja secara langsung maupun tidak langsung.
Data mencatat, kontribusi industri rokok terhadap penerimaan negara mencapai sekitar Rp230 triliun per tahun. Namun, kontraksi industri terlihat jelas, dengan output menurun –3,77% year on year pada kuartal I/2025 dan produksi hanya 142,6 miliar batang, angka terendah dalam beberapa tahun terakhir.
Ancaman PHK dan Efisiensi Perusahaan
Kondisi ini berimbas pada pengurangan tenaga kerja. PT Gudang Garam Tbk, salah satu perusahaan rokok terbesar, mengalami penurunan jumlah karyawan dari 31.028 orang (semester I/2020) menjadi 27.212 orang (semester I/2025).
Meski manajemen membantah adanya PHK massal, serikat buruh mencatat efisiensi dan pengurangan pekerja tetap terjadi seiring turunnya laba perusahaan. Hal ini memperkuat indikasi adanya masalah serius di sektor ketenagakerjaan.
Rokok Ilegal Menguat
Kenaikan cukai yang tinggi juga dinilai mendorong peredaran rokok ilegal. Produk tanpa pita cukai dengan harga lebih murah semakin mudah ditemukan di pasar, menciptakan persaingan tidak sehat bagi industri resmi.
“Cukai yang terlalu agresif tanpa pengawasan ketat terhadap rokok ilegal hanya akan merugikan buruh, petani, dan pelaku usaha legal,” kata Sunarno.
Harapan pada Menteri Keuangan Baru
Momentum pergantian Menteri Keuangan setelah era Sri Mulyani dinilai sebagai kesempatan untuk menata ulang kebijakan cukai. Akademisi dan serikat pekerja berharap kebijakan fiskal ke depan lebih berimbang, tidak hanya mengejar penerimaan negara, tetapi juga mempertimbangkan keberlangsungan industri dan perlindungan pekerja.
Rekomendasi Akademisi
Dr. Sunarno menegaskan, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan cukai rokok dengan empat pendekatan utama:
- Keadilan fiskal – menjadikan cukai sebagai alat pengendalian, bukan penghancur industri.
- Penegakan hukum – memperketat pengawasan rokok ilegal.
- Perlindungan tenaga kerja – reskilling, alternatif komoditas, dan stabilisasi rantai pasok.
- Roadmap cukai terstruktur – memberi kepastian adaptasi bagi industri dan tenaga kerja.
Industri rokok resmi, menurut Sunarno, bukan hanya soal penerimaan negara, tetapi juga menyangkut jutaan pekerja dan keluarganya. Ia mengingatkan, tanpa evaluasi serius, kenaikan cukai yang tak terkendali berpotensi memicu pengangguran massal dan melemahkan ekosistem ekonomi yang selama ini menopang penerimaan negara.
(Red)