Jurnalis mendapat perlakuan kasar dari karyawan perusahaan.
Intimidasi Terhadap Jurnalis Masih Terjadi
Jakarta, – Mediarjn.com – Insiden intimidasi terhadap wartawan kembali mencuat. Kali ini peristiwa terjadi di sebuah perusahaan ekspor-impor di Karawaci, Kota Tangerang, Banten, Jumat (15/8/2025). Sejumlah awak media bersama Lembaga Investigasi Negara (LIN) yang tengah melakukan konfirmasi terkait dugaan pelanggaran izin usaha dan ketenagakerjaan justru mendapat penolakan, intimidasi, bahkan ancaman keselamatan.
Kronologi Kejadian

Menurut laporan Hiskia Bangun, jurnalis Media Patroli Indonesia, ia bersama rekannya dari LIN, yang akrab disapa Ray, mendatangi perusahaan beralamat di Jalan Imam Bonjol, Gang Cemara III, Karawaci. Namun, saat hendak melakukan konfirmasi, mereka mendapat perlakuan kasar dari karyawan perusahaan.
“Kami merasa terintimidasi, bahkan saya sempat merekam aksi intimidasi tersebut. KTA pers saya dibanting ke tanah, disertai ucapan bahwa polisi pun tidak berani datang ke tempat ini,” ujar Hiskia.
Ia menambahkan, beberapa pekerja bahkan melontarkan hinaan, menuding jurnalis hanya mencari uang haram, serta meremehkan profesi wartawan. Karena situasi tidak kondusif, tim akhirnya memilih meninggalkan lokasi demi menjaga keselamatan.
Kecaman dari Aliansi Wartawan
Fadlli Achmads Am, Ketua DPD Aliansi Wartawan Independen Indonesia (AWII) Provinsi Banten, menilai tindakan tersebut sebagai pelecehan terhadap martabat pers.
“Pernyataan karyawan yang merendahkan profesi wartawan telah mencoreng kebebasan pers. Kami mendesak aparat penegak hukum menindak tegas pihak-pihak yang menghalangi kerja jurnalistik,” tegasnya.
Pers Sebagai Pilar Demokrasi
Peristiwa ini memantik perhatian Prof. Dr. Sutan Nasomall, pakar hukum internasional sekaligus ekonom. Menurutnya, kebebasan pers merupakan pilar fundamental demokrasi yang dijamin dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Intimidasi terhadap jurnalis, kata dia, bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam hak publik atas informasi yang benar.
“Kasus seperti di Tangerang mestinya tidak terjadi jika perlindungan wartawan dipahami dan ditegakkan secara nyata. Pers yang bebas adalah syarat mutlak demokrasi yang sehat,” ujar Prof. Sutan saat ditemui di Markas Pusat Partai Oposisi Merdeka, Jakarta, Sabtu (16/8/2025).
Seruan untuk Membuka Posko Laporan
Lebih jauh, Prof. Sutan mendesak Dewan Pers bersama Kapolri untuk segera membuka posko laporan khusus wartawan di berbagai daerah. Posko ini diharapkan menjadi tempat advokasi dan perlindungan ketika jurnalis menghadapi intimidasi di lapangan.
“Wartawan harus merasa aman dalam menjalankan tugas. Posko pengaduan akan memperkuat mekanisme perlindungan hukum sekaligus mengingatkan publik bahwa pers adalah mitra strategis bangsa,” jelasnya.
Kasus di Tangerang kembali menegaskan bahwa perlindungan terhadap jurnalis masih rentan di Indonesia. Dengan adanya seruan dari pakar hukum internasional dan dukungan organisasi wartawan, diharapkan aparat penegak hukum bersama Dewan Pers segera mengambil langkah konkret agar kebebasan pers tidak hanya menjadi slogan, tetapi kenyataan di lapangan.
(Red) – Rd Ahmad Syarif