Media Rubrik Jurnal Nusantara - Inspiratif - Inovatif - Kompetitif"

      "Memperkokoh Ideologi Pancasila, Menuju indonesia Kokoh " - H L P 1 Juni 2025

      "Bangkit Berama Wujudkan Indonesia Kuat" - HKN 2025

      "Bangkit Berama Wujudkan Indonesia Kuat" - HKN 2025

      "Bangkit Bersama Wujudkan Indonesia Kuat" - HKN 2025

Dr. Appe Hutauruk, S.H., M.H. Guru Besar Hukum dan Saor Siagian Koordinator TUMPAS datangi kejaksaan menumpas premanisme dan budaya koruptif dalam penegakan hukum Indonesia

Jakarta, – Mediarjn.comKejaksaan RI didorong menjadi pelopor perubahan hukum untuk menumpas premanisme dan budaya koruptif bukan hanya residu dari lemahnya penegakan hukum, tetapi juga cerminan sistemik dari pembiaran yang telah berlangsung lama. Fenomena ini bahkan telah bermetamorfosis menjadi kejahatan luar biasa (extraordinary crime), terutama ketika dibungkus dalam struktur organisasi massa (ormas), dan karenanya tergolong sebagai hidden criminality—berbahaya, tersembunyi, namun nyata merusak fondasi negara hukum. Rabu, (4/6/2025).

Yang sedang terjadi di republik ini

Premanisme tidak lagi hadir dalam bentuk kekerasan jalanan semata. Ia berwujud dalam negosiasi politik, intimidasi kebijakan, serta pembajakan hukum untuk kepentingan oligarki kekuasaan. Oleh karena itu, pendekatan terhadap kejahatan ini tidak bisa biasa-biasa saja. Ia harus ditanggapi sebagai ancaman nasional—baik terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam UU Terorisme, maupun terhadap stabilitas ekonomi sebagaimana dijelaskan dalam UU Tindak Pidana Korupsi.

Siapa yang harus tampil sebagai pelopor perubahan

Kejaksaan Republik Indonesia. Sebagai lembaga yudikatif yang diberi kewenangan luas dalam proses penegakan hukum, kejaksaan tidak cukup hanya menindak. Ia harus menjadi penggerak utama transformasi budaya hukum melalui strategi social engineering dan social planning. Di tengah krisis kepercayaan terhadap institusi negara, harapan publik kini tertuju pada kejaksaan sebagai simbol keberpihakan terhadap keadilan yang objektif dan progresif.

Apa kata para intelektual dan penggerak masyarakat sipil

Dr. Appe Hutauruk, S.H., M.H. Guru Besar Hukum

Menurut Dr. Appe Hutauruk, S.H., M.H., Guru Besar Hukum dan Dosen Pascasarjana, premanisme dengan motif koruptif adalah bentuk kejahatan sosial struktural yang tak bisa dibiarkan.

“Premanisme modern bukan lagi urusan jalanan, tetapi telah menjadi instrumen politik kekuasaan. Oleh sebab itu, kejaksaan harus tidak hanya independen, tetapi juga visioner dalam menyusun agenda pemberantasan yang bersifat lintas sektor dan multidisipliner.”

Senada dengan itu, Saor Siagian, Koordinator Gerakan TUMPAS (Tuntaskan Premanisme dan Korupsi Sistemik), menegaskan bahwa kolaborasi sipil-yudikatif adalah kunci keberhasilan.

“Kami membentuk “TUMPAS” karena kejahatan terorganisir hari ini sudah terlalu sering menyelinap ke ruang politik dan hukum. Kejaksaan tidak boleh lagi bersikap reaktif, melainkan harus mengorkestrasi tindakan yang konsisten dan berani.”

Momentum perbaikan itu harus dimulai

Sekarang. Ketika publik menyaksikan hukum sering tumpul ke atas dan tajam ke bawah, ketika rasa keadilan kian tercederai oleh kompromi politik, maka inilah saatnya bagi kejaksaan membuktikan eksistensinya. Tindakan yang cepat, tepat, dan transparan adalah kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.

Di mana gejala ini paling terasa

Gejala premanisme koruptif muncul di berbagai lini: dari penguasaan aset tanah oleh kelompok preman berlabel ormas, hingga praktik hukum transaksional yang membajak jalannya proses keadilan. Bahkan tidak jarang ditemukan pelaku-pelaku “berseragam” yang menjadi bagian dari sistem yang seharusnya mereka jaga.

Kejaksaan Menjadi Kunci Strategis

Karena lembaga ini berdiri di tengah: antara rakyat dan kekuasaan. Ketika lembaga lain diragukan netralitasnya, kejaksaan bisa mengambil posisi moral untuk menunjukkan keberpihakan terhadap nilai-nilai konstitusi. Oleh karena itu, kejaksaan harus:

  • Menindak aparat internal yang terbukti mendukung korupsi (supportive corruption);
  • Menolak intervensi politik dalam penanganan hukum;
  • Memberdayakan masyarakat untuk turut serta dalam kontrol sosial terhadap jalannya penegakan hukum.

Bagaimana jalan keluar jangka pendek dan panjangnya

Langkah jangka pendek meliputi: audit internal integritas, pembersihan jaringan hukum dari infiltrasi kekuasaan, dan penindakan transparan terhadap kasus premanisme terstruktur.

Langkah jangka panjang mencakup: reformasi hukum berbasis keadilan restoratif, penguatan literasi hukum publik, serta kerjasama dengan akademisi dan kelompok sipil dalam membangun budaya hukum baru yang bersih dan berkeadaban.

Keadilan tak boleh tunduk pada kuasa. Hukum tak boleh jadi komoditas. Dan kejaksaan, harus jadi cahaya di tengah gelapnya jalan menuju negara hukum sejati.


Boy Hutasoit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Media Rubrik Jurnal Nusantara - Inspiratif - Inovatif - Kompetitif"