Antrean panjang pencari kerja di Job Fair Bekasi 2025 akibat sistem barcode gagal, mencerminkan kekecewaan massal di tengah panas terik.
Kabupaten Bekasi, – Mediarjn.com – Ribuan pencari kerja yang memadati acara Bekasi Pasti Kerja Expo 2025 pada Selasa, 27 Mei 2025, di President University Convention Center, Cikarang, harus menelan kekecewaan mendalam akibat gagalnya sistem barcode yang digunakan untuk proses registrasi dan verifikasi peserta.
Sistem barcode yang seharusnya menjadi inovasi digital guna mempercepat proses masuk peserta justru mengalami gangguan teknis parah. Ribuan pencari kerja terjebak antrean panjang yang tidak bergerak, memicu kepanikan dan kemarahan di tengah terik matahari.
Para pencari kerja, sebagian besar lulusan baru dan pengangguran dari wilayah Bekasi dan sekitarnya, menjadi korban dari sistem yang tidak siap. Penyelenggara, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bekasi dan mitra teknis pelaksana, belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden ini.
Insiden terjadi pada hari pertama penyelenggaraan job fair, 27 Mei 2025, sejak pukul 08.00 WIB hingga menjelang siang, di mana antrean terus membengkak tanpa ada kepastian teknis yang memadai.
Kejadian berlangsung di President University Convention Center, kawasan Jababeka, Cikarang, lokasi utama pelaksanaan job fair yang dihadiri oleh puluhan perusahaan dan ribuan peserta.
Kegagalan sistem barcode disinyalir disebabkan oleh kurangnya uji coba dan simulasi sistem, serta minimnya backup manual di lokasi. Tidak adanya mitigasi teknis memperparah situasi, membuat para peserta tidak mendapatkan akses masuk ke stan perusahaan.
Frustrasi memuncak. Banyak peserta yang akhirnya meninggalkan lokasi tanpa sempat mengikuti proses rekrutmen. “Saya sangat kecewa, ini seharusnya jadi peluang saya untuk bangkit,” ujar Elga, salah satu peserta job fair. Komite Mahasiswa Kabupaten Bekasi (KOMAKSI) turut menyuarakan kritik tajam terhadap panitia, menilai bahwa insiden ini mencerminkan lemahnya perencanaan dan rendahnya empati terhadap para pencari kerja.
Kejadian ini bukan hanya masalah teknis, melainkan cerminan buruknya manajemen publik dalam merespons kebutuhan masyarakat. Job fair seharusnya menjadi momen optimistis, bukan trauma kolektif.
“Digitalisasi bukan sekadar simbol kemajuan, tapi harus disertai kesiapan infrastruktur dan kesiagaan terhadap risiko,” tegas Mario dari KOMAKSI. Ia mendesak evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan job fair serta transparansi dari pihak penyelenggara.
Kisah ini menjadi alarm bagi penyelenggara event pemerintah untuk lebih serius dalam menyiapkan fasilitas dan sistem layanan publik. Kegagalan seperti ini, jika dibiarkan, tidak hanya menghancurkan harapan, tapi juga mencederai kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik.