Ketua Umum GMNI Arjuna Putra Aldino menyampaikan Manifesto Ekonomi Nasional di Jakarta
Jakarta – Mediarjn.com – Di tengah situasi ekonomi nasional yang kian tertekan dan sinyal perlambatan global yang mengkhawatirkan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI), Arjuna Putra Aldino, secara tegas menyampaikan Manifesto Ekonomi Nasional sebagai bentuk tanggung jawab moral sekaligus kritik konstruktif atas arah kebijakan ekonomi pemerintah.
GMNI menilai bahwa pada awal tahun 2025, sejumlah indikator makroekonomi menunjukkan tren negatif. Fenomena penurunan daya beli, melemahnya kelas menengah, deflasi beruntun, gelombang PHK, pelemahan nilai tukar rupiah, serta anjloknya IHSG dan meningkatnya arus modal keluar (capital outflow) menjadi cermin tekanan ekonomi domestik yang serius.
Dalam pernyataannya, Arjuna Putra Aldino menyampaikan bahwa GMNI merasa terpanggil menyuarakan kondisi ekonomi rakyat. Ia menekankan bahwa pemerintah perlu meninjau ulang sejumlah proyek mercusuar yang dinilai tidak berdampak langsung kepada masyarakat akar rumput, serta justru membebani anggaran negara secara jangka panjang.
“GMNI meminta pemerintah mengevaluasi proyek-proyek mercusuar yang membebani anggaran namun tidak memiliki trickle-down effect kepada rakyat Marhaen,” ujar Arjuna.
Pernyataan resmi tersebut disampaikan dalam rilis nasional GMNI di Jakarta, pada pekan kedua April 2025, sebagai respon terhadap situasi ekonomi Indonesia yang mulai menyerupai gejala krisis.
Selain gejala domestik, GMNI juga menyoroti tekanan eksternal. Kebijakan proteksionis Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dalam bentuk tarif terhadap negara-negara mitra, termasuk Indonesia, menurut GMNI merupakan pengulangan sejarah kelam “beggar-thy-neighbour policy” yang memicu krisis global di era Great Depression 1930-an.
GMNI mengingatkan agar pemerintah bersikap waspada terhadap situasi ini karena sejarah menunjukkan bahwa proteksionisme global akan menimbulkan efek domino yang tidak menguntungkan negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Manifesto GMNI memuat sejumlah poin penting, di antaranya:
- Penghentian pembahasan RUU kontroversial yang dianggap minim transparansi dan berpotensi memicu instabilitas politik.
- Pemberantasan state capture corruption dan perburuan rente secara menyeluruh demi keadilan sosial dan efisiensi ekonomi.
- Fokus pada penciptaan lapangan kerja formal, yang disebut Arjuna mengalami penurunan drastis dari 15,6 juta (2009–2014) menjadi 2 juta (2019–2024).
- Formalisasi sektor ekonomi informal, terutama UMKM yang masih tersisih karena hambatan legalitas, akses keuangan, dan birokrasi.
“Pemerintah lebih baik membantu mereka mengembangkan usaha sehingga bisa terlibat dalam perdagangan dengan lebih efektif,” tutup Arjuna.
GMNI mengingatkan bahwa generasi Z—yang lahir antara 1997 hingga 2012—akan menghadapi tantangan lebih berat dalam dunia kerja dibanding generasi milenial. Bila tak segera diatasi, potensi bonus demografi Indonesia akan terbuang sia-sia.
Melalui Manifesto Ekonomi Nasional ini, GMNI tidak hanya mengkritisi kebijakan ekonomi yang stagnan dan elitis, tetapi juga menawarkan alternatif berbasis keadilan sosial, keberpihakan pada sektor informal, dan keberanian memberantas praktik rente. Sebuah suara mahasiswa yang cerdas, kritis, dan berpihak pada rakyat kecil.
(Erdison)