Media Rubrik Jurnal Nusantara - Inspiratif - Inovatif - Kompetitif"
  <!-- SELAMAT HARI Bhayangkara ke 79 KOMBESPOL. HENDRIA LESMANA, S.I.K., M.S.I KAPOLRES DELI SERDANG.  -->
Selamat Hari Bhayangkara ke 79 Kombespol. MUSTOFA, S.I.K., M.H. Kapolres Metro Bekasi.
H. M. Taufiq R. Abdul Syakur saat berkunjung ke Perdana Menteri Kesultanan Bacan di Halmahera Selatan, Maluku Utara.

Jakarta, Mediarjn.com H. M. Taufiq R. Abdul Syakur menilai bahwa kerajaan-kerajaan Nusantara, termasuk Kesultanan Bacan di Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, memiliki peran penting sebagai inisiator pengakuan dan persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kesetiaan para raja Nusantara ini terlihat sejak Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Soekarno dan Mohammad Hatta di Jakarta.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Haji Taufiq—sapaan akrabnya—saat melakukan kunjungan ke kediaman Perdana Menteri Kesultanan Bacan pada Rabu, 23 Juli 2025, di Halmahera Selatan. Dalam kunjungan tersebut, ia diterima langsung oleh Jogugu Perdana Menteri H. Muchdar Arief, SE, beserta para pengurus kesultanan, mewakili Sultan Muhammad Irsyad Maulana Syah yang sedang berada di luar negeri.

“Sikap para pemimpin Kesultanan Bacan secara tegas menjadi pelopor dan inisiator pengakuan terhadap proklamasi kemerdekaan RI. Ini merupakan wujud nyata loyalitas kepada kedaulatan bangsa dan negara, demi lepas dari belenggu kolonialisme,” ujar Haji Taufiq kepada media di Jakarta, Senin (28/7/2025).

Ia menegaskan bahwa demi menjaga keutuhan NKRI, dibutuhkan semangat persatuan sebagai bagian dari pengamalan sila ketiga Pancasila.

“Persatuan Indonesia adalah pengamalan sila ketiga Pancasila. Persatuan yang dijalin oleh kerajaan-kerajaan dan kesultanan Nusantara merupakan akar sosial NKRI yang tertanam kuat hingga kini,” jelasnya.

Lebih lanjut, Haji Taufiq yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Presidium Pusat Gerakan Masyarakat Rekonsiliasi Nasional (PP Gemaren), menuturkan bahwa Kesultanan Bacan merupakan salah satu kerajaan penting yang berpusat di Pulau Bacan, Maluku, yang berkembang pesat pada masa perdagangan rempah-rempah di akhir abad pertengahan.

“Kesultanan ini awalnya berada di Pulau Makian, namun berpindah ke Pulau Bacan akibat letusan Gunung Kie Besi. Wilayah kekuasaannya meliputi Kepulauan Bacan (Bacan, Kasiruta, Mandioli, dan lainnya), bahkan memiliki pengaruh berkala hingga ke Seram dan Kepulauan Raja Ampat,” paparnya.

Ia menjelaskan, Kesultanan Bacan sempat berada di bawah pengaruh kolonial Portugis pada abad ke-16, dan kemudian dikuasai oleh VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) sejak 1609. Bacan dikenal sebagai salah satu dari empat kerajaan besar di Maluku (Maloko Kië Raha), bersama Ternate, Tidore, dan Jailolo, meski seringkali berada di bawah bayang-bayang Ternate.

“Pasca kemerdekaan Indonesia pada 1945, fungsi pemerintahan sultan secara bertahap digantikan oleh sistem administrasi modern. Meski begitu, Kesultanan Bacan kini telah dihidupkan kembali sebagai entitas budaya yang tetap lestari,” tandasnya.

Haji Taufiq juga mengungkapkan bahwa Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainal Abidin pada tahun 1521, sementara raja pertama yang beragama Kristen adalah Dom João.

“Meskipun terletak di wilayah Maluku, kekuasaan Kesultanan Bacan cukup luas hingga mencakup sebagian wilayah Papua Barat. Beberapa kepala suku di Waigeo dan Misool di Raja Ampat serta daerah lainnya pernah berada dalam administrasi pemerintahan Kesultanan Bacan,” ucapnya penuh kekaguman.

Kunjungan ini sekaligus menjadi bentuk penghormatan atas sejarah panjang dan kontribusi Kesultanan Bacan dalam perjuangan membentuk Indonesia yang berdaulat dan bersatu.


(Red/Sky)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *