Rahmat Atong, Kepala Dinas PMD Kabupaten Bekasi, memberikan sambutan dalam acara Bimbingan Teknis bertema “Peningkatan Kapasitas Barang/Jasa dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Pemerintahan Desa Kabupaten Bekasi 2024” yang diselenggarakan pada 2–5 Desember 2024 di Hotel Golden Flower Bandung.
Kab. Bekasi, – Mediarjn.com – Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepala Desa se-Kabupaten Bekasi yang digelar PT R.I.N di Hotel El Royal Bandung (16–19 Juni 2025) menuai kontroversi karena tidak melibatkan APDESI dan DPMD. Ketidaklibatan ini menjadi sorotan publik dan memicu pertanyaan atas kesesuaian kegiatan tersebut dengan peraturan desa yang berlaku.
Apa yang Terjadi
PT R.I.N menarik biaya Rp 7.950.000 per peserta, dengan trio delegasi tiap desa – Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Operator Siskudes. Namun, Sekretaris APDESI Kabupaten Bekasi, Mulyana, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan bagian dari program APDESI dan meminta publik untuk mengonfirmasi langsung ke EO. Sementara DPMD Kabupaten Bekasi, melalui Kepala Dinas Rahmat Atong, menyebut bahwa mereka tidak diundang sama sekali, padahal seharusnya menjadi lembaga koordinatif.
Siapa yang Harus Terlibat menurut Regulasi
PT R.I.N tercatat sebagai penyelenggara atau event organizer (EO) kegiatan tersebut. Namun, saat dikonfirmasi pada 17 Juni 2025 melalui pesan WhatsApp, Sekretaris APDESI Kabupaten Bekasi, Mulyana, menyatakan bahwa kegiatan itu bukan merupakan program dari APDESI. “Silakan konfirmasi ke EO langsung,” ujarnya singkat.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Dinas DPMD Kabupaten Bekasi, Rahmat Atong. Dalam klarifikasinya, ia menyebut bahwa dinasnya bahkan tidak diundang dalam kegiatan tersebut, yang seharusnya bersinggungan erat dengan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap desa.
Menurut Permendagri No. 20/2018 dan UU Desa No. 6/2014, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan peningkatan kapasitas aparatur desa mesti melibatkan DPMD sebagai instansi pengawas serta organisasi formal desa seperti APDESI. Bimtek yang tidak melibatkan mereka berpotensi melanggar asas akuntabilitas dan transparansi dari Permendagri No. 113/2014 dan Permendagri No. 112/2014 tentang administrasi desa
Kapan dan Mengapa Ini Jadi Isu
Kasus ini mencuat karena jadwal kegiatan bersamaan dengan masa akhir jabatan kepala desa (2026), sehingga masyarakat mempertanyakan efisiensi dan urgensi pelatihan. Terlebih, PT R.IN baru resmi terdaftar melalui SK Kemenkumham pada 23 November 2024, namun langsung dipercaya menggelar Bimtek tingkat kabupaten .
Dimana dan Bagaimana Proses Legalitasnya
Pencatatan PT R.IN baru sejalan dengan pelaksanaan Bimtek pertama pada 3–5 Desember 2024. Menurut regulasi (UU No. 6/2014 Pasal 93 jo. Permendagri 96/2017), setiap kerjasama desa dengan pihak ketiga harus melalui musyawarah desa dan melibatkan DPMD serta APDESI. Melewatkan protokol ini berarti kegiatan tersebut dapat dianggap tidak sah secara administratif, karena mengabaikan asas partisipatif dan legal formal.
Bagaimana Dampaknya dan Apa Rekomendasi Ke Depan
Masyarakat meminta klarifikasi resmi dari DPMD Bekasi terkait tata kelola pemilihan EO dan penggunaan dana desa. Selain itu, APDESI seharusnya dilibatkan sebagai lembaga sah desa untuk menjaga legitimasi. Disarankan pula agar Pemkab Bekasi mengevaluasi prosedur pelaksanaan Bimtek – apakah sesuai Permendagri No. 110/2016 dan PP 60/2014 tentang Dana Desa, serta memastikan dana desa tidak disalahgunakan untuk kegiatan yang tidak berlandaskan hukum.
Penjelasan Kesimpulan:
Dalam menelaah pelaksanaan kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kepala Desa se-Kabupaten Bekasi oleh PT R.I.N, ditemukan sejumlah ketidaksesuaian dengan regulasi yang berlaku. Tiga instansi yang terlibat atau seharusnya terlibat—yakni APDESI, DPMD, dan penyelenggara (PT R.I.N)—menunjukkan posisi dan tanggung jawab yang perlu dikaji secara normatif.
Pertama, APDESI Kabupaten Bekasi menyatakan tidak dilibatkan dalam kegiatan tersebut. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa, organisasi yang mewadahi kepala desa seperti APDESI semestinya dilibatkan dalam peningkatan kapasitas dan penguatan tata kelola pemerintahan desa. Dengan tidak adanya pelibatan, maka posisi APDESI dalam konteks ini dapat dikategorikan sebagai bentuk ketidaksesuaian terhadap prinsip partisipatif dan koordinatif dalam tata kelola desa. Maka dari itu, posisi tidak dilibatkan ini dinilai salah secara prosedural.
Kedua, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi secara tegas menyampaikan tidak pernah menerima undangan atau pelibatan resmi. Hal ini menyalahi ketentuan dalam Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, yang mengamanatkan bahwa setiap kegiatan pelatihan atau pembinaan aparatur desa harus berada dalam pengawasan dan koordinasi DPMD selaku instansi pembina. Karena itu, tidak diundangnya DPMD merupakan bentuk pelanggaran administratif terhadap fungsi pembinaan dan pengawasan, dan dengan demikian juga dapat disimpulkan sebagai tindakan yang salah menurut regulasi.
Ketiga, PT R.I.N sebagai Event Organizer (EO) menunjukkan kecenderungan operasional yang terlalu independen. Meskipun sah secara legal formal melalui penerbitan SK Kemenkumham, pelaksanaan kegiatan dalam waktu sangat singkat setelah pendirian tanpa melewati proses musyawarah desa maupun koordinasi dengan instansi pembina, menunjukkan adanya indikasi pelanggaran terhadap asas akuntabilitas dan transparansi sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pembangunan Desa serta PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa. Dengan demikian, kegiatan yang dilakukan PT R.I.N dapat diduga salah secara administratif, karena menyalahi tata kelola pengadaan kegiatan yang ideal dalam lingkup pemerintahan desa.
Kegiatan Bimtek ini perlu dikaji ulang secara hukum dan prosedural agar sesuai prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat desa. Pemerintah Daerah diminta turun tangan mengklarifikasi dan mengaudit peran EO serta mekanisme pengadaannya.