Suara dari Jalanan: Mengapa Pengayuh Becak di Pasar Induk Cibitung Masih Menanti Kompensasi yang Dijanjikan?

Ilustrasi : Pengayuh becak menjemput barang pesanan di Pasar Induk Cibitung, Bekasi

Ilustrasi : Pengayuh becak menjemput barang pesanan di Pasar Induk Cibitung, Bekasi

Bekasi, – Mediarjn.com Mengapa hingga kini kompensasi sosial, Kompensasi pengayuh becak yang dijanjikan pemerintah bagi pelaku kendaraan tidak bermotor belum terealisasi? Di manakah letak kendalanya? Dan bagaimana nasib para pengayuh becak yang telah didata secara resmi namun tak kunjung menerima bantuan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul dari tengah denyut ekonomi lokal, Pasar Induk Cibitung, yang masih menyimpan ironi sosial di balik hiruk-pikuk aktivitas hariannya. Sabtu, (5/4/2025).

Siapa yang Terdampak

Salah satu suara mewakili kerinduan akan keadilan sosial datang dari M. A, seorang pengayuh becak paruh baya asal Indramayu yang kini tinggal dan bekerja di Kabupaten Bekasi. Ia adalah satu dari puluhan pengayuh becak yang mengais rezeki dengan mengandalkan kekuatan otot dan semangat hidup, setiap hari menjemput penumpang atau memindahkan barang dagangan di kawasan padat Pasar Induk Cibitung.

“Apa kami ini terlalu kecil untuk diperhatikan? Sudah didata, difoto, diminta KTP—tapi sampai hari ini belum juga ada kejelasan untuk kompensasi pengayuh becak,” tutur M. A lirih.

Apa yang Sudah Dilakukan Pemerintah

Pada pekan kedua puasa ramadhan 2025, Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Jawa Barat, melalui Satpel Terminal Cikarang mewakili UPTD P3LLAJ Wilayah I, telah melakukan pendataan moda transportasi tidak bermotor sebagai bagian dari langkah kompensatif atas pembatasan operasional mereka selama masa angkutan Lebaran. Pendataan tersebut mencakup identitas, jenis moda, dan lokasi aktivitas pengayuh becak.

“Benar, kami sudah menyerahkan data itu ke UPTD P3LLAJ Wilayah I,” ujar seorang petugas dari Satpel Terminal Cikarang yang enggan disebut namanya, mengatakan kepada awak media.

Di Mana Letak Persoalannya

Hingga berita ini diturunkan, belum ada kejelasan dari pihak terkait mengenai tindak lanjut distribusi bantuan Kompensasi pengayuh becak. M. A dan rekan-rekannya masih menunggu—bukan hanya sekadar nilai rupiah yang dijanjikan, tetapi juga pengakuan bahwa mereka bagian sah dari ekosistem transportasi dan ekonomi masyarakat.

Apa Data Konkret di Lapangan

Berikut adalah daftar sebagian pengayuh becak yang telah didata dan beroperasi di sekitar Pasar Induk Cibitung:

  1. M. Alfian – Indramayu – NIK 32120101096003 – Moda: Becak
  2. M. K. Umam – Indramayu – NIK 3212020306950003 – Moda: Becak
  3. Rustiyono – Jepara – NIK 32120306950025 – Moda: Becak
  4. Hambali – Subang – (Tanpa KTP) – Moda: Becak
  5. Suparmin – Pati – (Tanpa KTP) – Moda: Becak
  6. Sugito – Semarang – (Tanpa KTP) – Moda: Becak
  7. Anwar Sudison – Jepara – (Tanpa KTP) – Moda: Becak
  8. Darman – Ngawi – (Tanpa KTP) – Moda: Becak
  9. Soroso – Grobogan – (Tanpa KTP) – Moda: Becak
  10. Darmo – Purwodadi – (Tanpa KTP) – Moda: Becak
  11. Maulana Jafar Sodik – Indramayu – (Tanpa KTP) – Moda: Becak

Bagaimana Harusnya Pemerintah Bersikap

Ketidakjelasan tindak lanjut dari pendataan resmi menjadi tantangan serius dalam tata kelola kebijakan berbasis keadilan sosial. Dalam kerangka akademik, kebijakan kompensatif harus bersifat responsif, tepat sasaran, dan dapat diverifikasi oleh publik.

Distribusi bantuan bukan sekadar program belaka, melainkan wujud penghormatan atas martabat warga yang selama ini mengisi celah-celah fungsi negara yang tak terjangkau oleh moda modern.

Apa Solusi dan Rekomendasi Strategis

  1. Publikasi Terbuka Data Penerima: Meningkatkan transparansi dan kepercayaan publik.
  2. Verifikasi Digital Lanjutan: Memastikan data tidak stagnan tanpa eksekusi.
  3. Prioritaskan Wilayah Padat Tradisional: Seperti Pasar Induk Cibitung sebagai tahap awal distribusi bantuan.
  4. Pendampingan Sosial dan Hukum: Bagi pengayuh becak yang terdampak kebijakan pembatasan jalur saat momentum besar seperti Lebaran.

Mengapa Cerita Ini Penting

Cerita M. A bukan hanya representasi satu individu, melainkan simbol dari mereka yang terus mengayuh harapan di tengah kebijakan yang belum sepenuhnya berpihak. Mereka tidak minta dikasihani, hanya ingin diakui dan dihargai sebagai bagian dari Indonesia yang bekerja.

Karena sejatinya, dari balik pedal becak yang berat dan jalur-jalur sempit yang mereka lalui, tersimpan semangat untuk hidup dengan martabat.

✊ Liputan ini adalah suara kecil dari jalanan, yang seharusnya menggema sampai ke ruang-ruang pengambilan keputusan di tingkat tertinggi


Rd Ahmad Syarif