Foto: Oprit jembatan penghubung Desa Pantai Bakti dan Pantai Mekar di Muaragembong yang berbelok tajam, meningkatkan risiko kecelakaan bagi pengguna jalan
Muaragembong, Bekasi – Mediarjn.com – Keamanan jembatan penghubung Desa Pantai Bakti dan Pantai Mekar, Kecamatan Muaragembong, kembali menjadi sorotan. Pasalnya, oprit jembatan—bagian transisi antara jalan dan struktur utama jembatan—dinilai tidak sesuai standar keamanan, sehingga membahayakan para pengguna jalan. Proyek ini menjadi perhatian masyarakat, termasuk LSM Kompi yang mengkritik ketidaksinkronan antar dinas dalam pelaksanaannya.
Oprit jembatan, jembatan penghubung muaragembong, yang seharusnya memastikan kelancaran kendaraan, justru dibuat dengan tikungan tajam yang tidak wajar. Ketua Umum LSM Kompi, Ergat Bustomy, menyebut desain ini jauh dari standar keselamatan, mengakibatkan pengendara merasa tidak nyaman dan meningkatkan risiko kecelakaan.
“Seharusnya oprit dirancang lurus agar memudahkan pengendara melintas dengan aman dan lancar. Namun, oprit ini justru dirancang berbelok tajam, seperti jalan menuju kontrakan. Hal ini jelas menunjukkan perencanaan yang kurang matang,” kata Ergat.
Ketidaksinkronan antar dinas menjadi salah satu akar masalah. Dinas Perumahan Rakyat, Permukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Bekasi masih dalam proses pembebasan lahan untuk memastikan akses jalan menuju jembatan bisa dibuat lurus. Namun, Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga, dan Bina Konstruksi (SDABMBK) tetap melanjutkan pembangunan tanpa menunggu proses pembebasan lahan selesai.
“Proyek ini terkesan dipaksakan. Ketika pembebasan lahan selesai, apakah oprit akan diperbaiki? Jika iya, berarti akan ada anggaran tambahan, dan ini jelas pemborosan,” tegas Ergat.
Apa Dampaknya?
Ketidaksesuaian desain oprit ini memiliki dampak signifikan, baik dari sisi keselamatan maupun estetika.
- Keselamatan: Tikungan tajam pada oprit berpotensi menyebabkan penumpukan kendaraan di atas jembatan, yang dapat mempercepat kerusakan struktur.
- Estetika: Dibandingkan dengan jembatan lain seperti Jembatan Cipamingkis yang dirancang dengan baik, oprit jembatan penghubung Pantai Bakti dan Pantai Mekar terlihat kurang estetis.
Solusinya
“Jembatan ini merupakan akses utama menuju destinasi wisata Muara Bungin. Jika tidak aman dan menarik secara visual, maka tujuan pembangunan sebagai penggerak ekonomi lokal tidak akan tercapai,” tambahnya.
Menurut Ergat, solusi utama adalah memastikan koordinasi antar dinas berjalan dengan baik sebelum proyek dilanjutkan. Sinkronisasi harus menjadi prioritas untuk memastikan anggaran digunakan secara efisien dan hasil proyek memenuhi standar keselamatan dan estetika.
Kasus oprit jembatan penghubung Pantai Bakti dan Pantai Mekar menjadi contoh nyata bagaimana proyek strategis bisa menghadapi kegagalan perencanaan jika tidak ada koordinasi yang matang. Dengan anggaran mencapai Rp120 miliar, proyek ini seharusnya menjadi model pembangunan berkualitas, bukan menjadi ancaman bagi keselamatan pengguna jalan.
Pemerintah daerah diharapkan segera mengambil langkah korektif agar jembatan ini tidak hanya menjadi penghubung dua desa, tetapi juga simbol keberhasilan pembangunan yang aman, efisien, dan berkelanjutan.
(Redaksi)