Senyum mereka = Energi kami!
Tanjungbalai, Sumatera Utara – Mediarjn.com – Sebuah langkah tak biasa dilakukan Polres Tanjungbalai. Lewat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), Polres mendistribusikan sebanyak 2.402 porsi Makanan Bergizi Gratis (MBG) ke seluruh pelajar TK, SD, SMP, hingga SMA di Kecamatan Teluk Nibung, Senin (4/8).
Program ini menuai sorotan. Di balik slogan pemenuhan gizi dan peningkatan kualitas SDM, sejumlah pihak mempertanyakan mengapa Polri — lembaga penegak hukum — kini masuk ke ranah yang biasa menjadi domain dinas pendidikan dan kesehatan.
Kapolres Tanjungbalai AKBP Welman Feri melalui Kapolsek Teluk Nibung AKP Rinaldi mengatakan, MBG adalah bagian dari upaya menyukseskan misi besar Presiden Prabowo Subianto menuju “Indonesia Emas 2045”. Setiap hari, 2.402 porsi makanan dimasak dan dibagikan langsung ke sekolah-sekolah.
“Kegiatan ini dimulai dari dapur SPPG, lalu diisi ke wadah dan dibagikan ke anak-anak. Kami pantau langsung, alhamdulillah mereka cocok dengan rasanya,” ujar AKP Rinaldi. Rinciannya, 245 porsi untuk TK, 824 untuk SD, 258 untuk SMP, dan 1.175 untuk SMA.
Namun, muncul kontroversi di tengah masyarakat. Beberapa aktivis pendidikan dan organisasi sipil menilai, masuknya institusi kepolisian dalam distribusi makanan ke sekolah bisa memunculkan konflik kepentingan, dan mengaburkan fungsi utama Polri sebagai penjaga keamanan.
“Jangan sampai ini hanya gimmick politik atas nama program sosial. Kami khawatir ini jadi alat pencitraan terselubung di tahun politik,” ujar seorang pengamat kebijakan publik yang enggan disebut namanya.
Tak hanya itu, publik juga mempertanyakan asal dana, mekanisme pengawasan, hingga kelayakan nutrisi makanan yang diberikan. Apakah sudah sesuai dengan standar gizi anak sekolah? Bagaimana transparansinya?
Meski demikian, di lapangan banyak siswa tampak antusias menerima makanan tersebut. “Enak kok, saya suka,” ujar salah satu pelajar SMA.
Dengan narasi besar Indonesia Emas 2045, program MBG ini jadi topik hangat di tengah masyarakat. Mampukah program ini benar-benar meningkatkan kualitas SDM — atau hanya sekadar proyek viral sesaat?
B.M. Hasibuan