Dugaan Pungli Iuran IPL di Cluster Rivertown: Kepala Desa Lambang Jaya Klaim Tidak Tahu, Warga Pertanyakan Transparansi

Foto : Suasana perumahan di Cluster Rivertown Grand Wisata, Tambun Selatan, Bekasi, terkait dugaan pungli iuran lingkungan sebesar Rp1,1 juta per rumah.
Foto : Suasana perumahan di Cluster Rivertown Grand Wisata, Tambun Selatan, Bekasi, terkait dugaan pungli iuran lingkungan sebesar Rp1,1 juta per rumah dan Penebangan Pohon (penghijauan) dan untuk resapan.

 

Bekasi, – Mediarjn.com Polemik terkait dugaan pungutan liar (pungli) dalam bentuk Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) di Cluster Rivertown, Grand Wisata, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, terus menuai perhatian publik. Iuran yang mencapai Rp1.100.000 per rumah per bulan ini diduga dikelola tanpa transparansi oleh oknum pengurus RT dan RW.

Kepala Desa Lambang Jaya, Kimblan, saat dikonfirmasi oleh media, menyatakan bahwa pihak desa tidak dilibatkan dalam pengelolaan IPL tersebut. Menurutnya, pengelolaan IPL merupakan urusan internal lingkungan RT dan RW di setiap cluster perumahan Grand Wisata.

Kasus ini mencuat setelah adanya laporan warga terkait besarnya pungutan IPL yang dianggap tidak wajar. Selain itu, beberapa warga mengungkapkan bahwa sejumlah tindakan seperti penebangan pohon di lahan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos-fasum) untuk pembangunan gedung olahraga dilakukan tanpa musyawarah dengan warga.

“Pohon di lahan fasos-fasum ditebang tanpa ada koordinasi, padahal area tersebut merupakan jalur hijau dan ekosistem penting. Kami tidak setuju dengan tindakan tersebut karena merusak lingkungan,” ungkap salah satu warga melalui pesan WhatsApp pada Minggu, 12 Januari 2025.

Tanggapan Kepala Desa

Kades Kimblan menegaskan bahwa hingga saat ini pihak desa belum diajak berdiskusi terkait pengelolaan IPL tersebut. “Jika memang ada isu seperti ini, nanti saya akan mengonfirmasi dan membahasnya dengan pihak RT dan RW. Untuk saat ini, kami belum mengetahui permasalahannya secara detail,” ujar Kimblan saat dihubungi melalui telepon.

Dia juga menjelaskan bahwa pembentukan RT dan RW di lingkungan desa dilakukan melalui musyawarah dan pelaporan ke pemerintahan desa. Namun, dalam kasus ini, desa belum dilibatkan dalam pengawasan maupun pembinaan pengelolaan IPL.

Pendapat Dinas Terkait

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Bekasi, Rahmat Atong, menyatakan bahwa tanggung jawab pembinaan dan pengawasan RT dan RW ada di bawah Kepala Desa. “Apabila masalah tidak dapat diselesaikan di tingkat desa, maka akan naik ke tingkat kecamatan dan selanjutnya ke DPMD,” kata Rahmat.

Namun, kuasa hukum warga, Harry Pribadi Garfes, SH, MH, menilai pernyataan Kepala Desa Lambang Jaya bertentangan dengan fakta. “Kades adalah pembina langsung RT dan RW. Tidak mungkin tidak tahu jika pungutan sebesar ini sudah berlangsung lama. Kami menduga ada pembiaran dari pihak desa,” ujar Harry.

Dampaknya

Kasus ini tidak hanya menimbulkan keresahan warga, tetapi juga membuka pertanyaan mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana lingkungan. Warga mendesak adanya audit atas penggunaan dana IPL, terutama terkait proyek pembangunan yang dinilai tidak memiliki urgensi.

“Dana berasal dari mana? Untuk apa digunakan? Semua harus jelas. Jangan sampai ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum RT dan RW,” tegas salah satu warga.

Upaya Langkah Selanjutnya

Kepala Desa Lambang Jaya berjanji akan mengadakan diskusi dengan pihak terkait untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Di sisi lain, warga bersama kuasa hukum mereka berencana membawa kasus ini ke tingkat hukum yang lebih tinggi jika tidak ada tindak lanjut yang memadai.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak RW yang bersangkutan belum memberikan tanggapan meskipun telah dihubungi oleh awak media.

(Red)