Memuat berita terbaru...  

Kejari Kabupaten Bekasi Tetapkan 4 Tersangka Korupsi Dana Desa Sumberjaya, Rugikan Negara Rp2,6 Miliar • Media Rubrik Jurnal Nusantara - Inspiratif - Inovatif - Kompetitif"
Slider Banner HUT RI 80
   
Maulid Nabi 1447 2025 BANNER 0000 HUT KEJAKSAAN RI 80 BANNER 000      HUT Kejaksaan RI 80 banner 00HUT KEJARI 80 BANNER 01  HUT KEJARI 80 banner 02 HUT KEJARI 80 BANNER 03 HUT KEJARI 80 BANNER 04               HUT Kejaksaan RI 80 banner 05 HUT Kejaksaan RI 80 banner 06 HUT Kejaksaan RI 80 banner 07    
“Rumah pribadi Wali Kota Tri Adhianto yang ditetapkan sebagai rumah dinas dengan anggaran Rp 1,5 miliar per tahun, menuai kontroversi di Kota Bekasi.”

Bekasi, – Mediarjn.com Pertanyaan publik kembali menggema di Kota Bekasi. Wajar atau tidak jika uang rakyat sebesar itu dialokasikan hanya untuk rumah jabatan wali kota? Sorotan tajam muncul setelah anggaran rumah tangga Wali Kota Bekasi (WKTBK) terungkap mencapai Rp 1,5 miliar per tahun. Jumat, (12/9/25).

Rincian Anggaran dan Kontroversi

Berdasarkan dokumen anggaran, dana Rp 1,5 miliar tersebut terbagi dalam 12 paket belanja, mulai dari pos listrik, perawatan rumah, hingga kebutuhan fasilitas lain. Namun, satu alokasi yang paling memicu sorotan publik adalah belanja sewa rumah dinas sebesar Rp 500 juta per tahun.

Masalahnya, rumah yang ditempati Wali Kota Tri Adhianto bukanlah aset pemerintah, melainkan rumah pribadi di kawasan elit Kemang Pratama, Rawalumbu. Publik menilai, miliaran rupiah uang negara seakan diarahkan untuk membiayai rumah pribadi.

Penetapan Rumah Pribadi Jadi Rumah Jabatan

Kepala Bagian Umum Setda Kota Bekasi, Imas Asiah, menyebutkan rumah pribadi yang ditempati Tri Adhianto beserta keluarga resmi ditetapkan sebagai rumah dinas untuk tahun anggaran 2025.

“Dengan status rumah pribadi menjadi rumah dinas, Pemkot Bekasi tidak lagi membayar sewa kepada pemilik rumah, yang kebetulan adalah wali kota sendiri,” jelasnya kepada awak media. Rabu (10/9/2025).

Meski begitu, seorang pejabat Pemkot Bekasi yang enggan disebut namanya membenarkan bahwa biaya perawatan rumah pribadi yang dijadikan rumah jabatan tetap dianggarkan lebih dari Rp 1 miliar per tahun. Angka tersebut jauh lebih besar daripada tunjangan perumahan anggota DPRD yang hanya sekitar Rp 40–50 juta per tahun.

Tuntutan Transparansi dari Masyarakat

Ketua LSM Jendela Komunikasi, Hendik, menilai perlu ada penjelasan terbuka dari Pemkot Bekasi.

“Anggaran sewa rumah Rp 500 juta tidak seharusnya diarahkan untuk rumah pribadi, apalagi di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Anggaran Rp 1,5 miliar untuk fasilitas rumah tangga pejabat jelas mengusik rasa keadilan,” tegasnya, dikutip dari laman YouTube @pojoksatu_id.

Gelombang pertanyaan publik pun semakin membesar, terutama soal apakah transparansi anggaran benar-benar dijaga,

Perbandingan dengan Tunjangan DPRD

Keresahan publik juga dipicu oleh besarnya tunjangan perumahan DPRD Kota Bekasi. Berdasarkan Peraturan Wali Kota Nomor 81 Tahun 2021, tunjangan tersebut ditetapkan:

  • Ketua DPRD: Rp 53 juta per bulan
  • Wakil Ketua DPRD: Rp 49 juta per bulan
  • Anggota DPRD: Rp 46 juta per bulan

Angka fantastis ini semakin mempertebal kesan bahwa alokasi uang negara belum berpihak pada realitas rakyat kecil.

Dasar Hukum Rumah Jabatan Kepala Daerah

Secara regulasi, Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 Pasal 6 ayat (1) mewajibkan kepala daerah disediakan rumah jabatan. Aturan teknis diperjelas dalam Permendagri Nomor 7 Tahun 2006 tentang standar sarana dan prasarana kerja pemerintah daerah.

Di tingkat daerah, pengaturan tunjangan rumah DPRD diatur melalui Perwali Bekasi Nomor 112 Tahun 2016, sedangkan biaya operasional wali kota dan wakilnya diperbarui dalam Perwali Nomor 52 Tahun 2023.

Dengan dasar ini, penetapan rumah pribadi sebagai rumah jabatan tidak otomatis melanggar hukum, selama ada keputusan resmi wali kota dan pencatatan transparan dalam APBD.

Rumah Jabatan atau Rumah Pribadi?

Sejak menjabat sebagai Plt Wali Kota pada tahun 2022, Tri Adhianto menempati rumah tersebut. Publik semula mengira hunian itu adalah rumah dinas resmi. Namun, setelah masa jabatannya berakhir pada 2023 dan digantikan oleh pejabat sementara Raden Gani Muhammad rumah itu tetap tidak dikosongkan.

Situasi ini dianggap sebagai puncak gunung es, di mana anggaran yang terlihat hanyalah bagian kecil dari persoalan lebih besar: budaya penggunaan uang negara yang dianggap jauh dari realitas rakyat kecil.

Potensi Konflik Kepentingan dan Etika Publik

Meski secara administratif dapat dibenarkan, penggunaan APBD hingga miliaran rupiah untuk perawatan rumah pribadi yang dijadikan rumah dinas menimbulkan persoalan etis. Publik menyoroti aspek proporsionalitas, akuntabilitas, dan konflik kepentingan dalam kebijakan ini.

Secara hukum, penetapan rumah pribadi sebagai rumah jabatan tidak serta-merta melanggar aturan. Namun, biaya perawatan yang menyentuh lebih dari Rp 1 miliar per tahun tetap memerlukan evaluasi, audit, dan transparansi publik agar tidak dipandang sebagai pemborosan.

Hingga berita ini dimuat, ketika dikonfirmasi Kabag Hukum Pemkot Bekasi belum memberikan respon klarifikasi terkait polemik anggaran rumah dinas wali kota tersebut.


(RED/RJN).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *