Media Rubrik Jurnal Nusantara - Inspiratif - Inovatif - Kompetitif"
Ucapan Idul Adha 1446 H dari H. Nurchaidir, Plt. Kepala Dinas Perkimtan Kabupaten Bekasi

Dewan Pers Terima Pengaduan, Arfendy C.F.L.E. Ketua Umum Ruang Jurnalis Nusantara (Ketum RJN). Angkat bicara Pelanggaran Sapta Marga tidak hanya merugikan individu prajurit, tetapi juga mencoreng citra institusi TNI secara keseluruhan.

Jakarta, – Mediarjn.com Mengapa Dewan Pers menerima pengaduan terkait media? Siapa yang dilaporkan dan bagaimana reaksi pihak terkait? Kasus dugaan pelanggaran kode etik jurnalistik yang menyeret media siber Tampahan.com menjadi sorotan, usai Dewan Pers menerima surat pengaduan dari kuasa hukum Nurhana Amin, S.H., LLM. terhadap pemberitaan yang dianggap mencemarkan nama baik dan melanggar hak privasi seorang anggota TNI. Jumat, (27/6/2025).

Ketua Umum Ruang Jurnalis Nusantara (Ketum RJN), Arfendy C.F.L.E., menyoroti isu dugaan pelanggaran Sapta Marga oleh seorang prajurit TNI. Menurutnya, Sapta Marga bukan sekadar ikrar, tetapi merupakan pedoman hidup yang wajib dijunjung tinggi oleh setiap prajurit. Pelanggaran terhadap kode etik ini, termasuk dalam bentuk tindakan asusila seperti perzinaan, dapat merusak integritas pribadi dan institusi militer secara keseluruhan.

Latar Belakang: Sorotan Publik atas Pemberitaan Kasus TNI AU yang Melanggar Sapta Marga

Pada Kamis, 18 Juli 2024 lalu, Tampahan.com menerbitkan artikel berjudul: “Pengadilan Militer II-08 Jakarta Jatuhkan Hukuman Pecat Oknum TNI AU Kasus Berzinah.” Artikel tersebut mengulas kasus hukum yang melibatkan seorang prajurit TNI AU yang diduga melanggar kode etik Sapta Marga, khususnya dalam konteks pidana perzinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP.

Kuasa hukum pengadu menyebut bahwa pemberitaan tersebut menimbulkan kerugian psikologis dan finansial terhadap kliennya, termasuk rasa cemas, depresi, dan dampak reputasi. Isi berita dinilai menyerang kehormatan pribadi serta tidak memberikan ruang hak jawab sesuai prinsip jurnalisme yang berimbang.

Hasil Telaah Dewan Pers: Pengaduan Tidak Memenuhi Syarat Prosedural

Setelah dilakukan verifikasi, Dewan Pers menyatakan bahwa pengaduan tidak memenuhi ketentuan Pasal 3 Prosedur Pengaduan. Alasannya, berita tersebut telah terbit lebih dari dua bulan sebelumnya dan masuk dalam kategori karya jurnalistik yang dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Sebagai bentuk penyelesaian berimbang, Dewan Pers memberikan tiga rekomendasi konkret:

  1. Pengadu dapat mengirim klarifikasi kepada pihak media (Teradu).
  2. Pihak media agar melayani hak jawab atau klarifikasi secara proporsional.
  3. Disarankan kedua pihak berkomunikasi langsung untuk menyelesaikan persoalan.

Surat rekomendasi ini ditandatangani langsung oleh Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat.

Respons Redaksi Tampahan.com: Klarifikasi Tak Pernah Diterima

Menanggapi surat resmi dari Dewan Pers yang diterima pada Senin (23/6/2025), Redaksi Tampahan.com melalui Ambar menjelaskan bahwa berita tersebut merupakan karya jurnalistik yang sah dan telah tayang hampir satu tahun lalu. Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya belum pernah menerima klarifikasi atau hak jawab dari pihak pengadu hingga surat dari Dewan Pers diterbitkan.

“Berita itu murni produk jurnalistik, ditulis dengan data yang relevan dan berdasarkan fakta putusan pengadilan militer,” ujar Ambar.

Dalam pernyataannya, ia mempertanyakan alasan pengaduan muncul setahun setelah berita terbit, dan menyindir fenomena ini dengan analogi dari lagu “Ada Apa Dengan Dirimu?”

Pelanggaran Sapta Marga: Konteks Etika Militer dan Tanggung Jawab Publikasi

Sapta Marga merupakan kode etik yang menjadi roh moral bagi prajurit TNI. Pelanggaran terhadapnya, seperti tindakan tidak menjaga kehormatan wanita, tindak pidana kekerasan, atau perzinaan, bukan hanya merugikan pribadi, tetapi juga mencoreng institusi TNI.

Berikut 7 poin Sapta Marga:

  1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
  2. Warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersendikan Pancasila
  3. Menjunjung tinggi kehormatan wanita
  4. Menjaga kehormatan diri di muka umum
  5. Menjadi teladan dalam sikap dan kesederhanaan
  6. Tidak merugikan rakyat
  7. Tidak menakuti atau menyakiti rakyat

Pentingnya Perlindungan Jurnalis dan Etika Pemberitaan

Pers memiliki tugas utama untuk menyampaikan informasi faktual, kritis, dan bermanfaat bagi publik. Namun, dalam menyampaikan pemberitaan yang berkaitan dengan isu sensitif—seperti kasus etik militer—media wajib memperhatikan prinsip akurasi, verifikasi, dan hak jawab.

Menghalangi kerja jurnalistik juga dapat dikenakan sanksi hukum sesuai Pasal 18 ayat (1) UU No. 40/1999 tentang Pers, dengan ancaman pidana hingga 2 tahun atau denda Rp500 juta.

Kesimpulan: Pentingnya Transparansi, Klarifikasi, dan Etika Pers dalam Pemberitaan Militer

Kasus ini membuka ruang diskusi penting antara media, masyarakat, dan institusi hukum tentang batas kebebasan pers dan etika pemberitaan. Diharapkan, baik pihak pengadu maupun media Tampahan.com dapat menyelesaikan persoalan ini secara proporsional melalui klarifikasi resmi sebagaimana disarankan oleh Dewan Pers.

“Pelanggaran Sapta Marga harus disikapi dengan serius, namun penyampaian informasi publik juga harus menjunjung etika dan keseimbangan narasi,” Redaksi


(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *