Foto: Tim Fungsionaris Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bekasi, yang terdiri dari Muhammad Sandriyansyah (Kabid Hukum & HAM), Renvino Akbar (Kabid Hubungan Antar Lembaga), dan Iskandar Zulkarnain (Kabid PTKP)
Jakarta, – Mediarjn.com – Polemik terkait pagar laut di Kabupaten Bekasi terus mendapat sorotan dari berbagai pihak. Fungsionaris Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bekasi, yang terdiri dari Muhammad Sandriyansyah (Kabid Hukum & HAM), Renvino Akbar (Kabid Hubungan Antar Lembaga), dan Iskandar Zulkarnain (Kabid PTKP), menduga adanya keterlibatan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Periode 2024–2029, Charles Honoris, dalam persoalan ini. Rabu, (12/2/2025).
Negosiasi Sertifikat Hak atas Laut: Langkah Kementerian ATR/BPN
Pada 5 Februari 2025, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyatakan bahwa pihaknya tengah melakukan negosiasi dengan PT Cikarang Listrindo (CL) dan PT Mega Agung Nusantara (MAN) terkait kepemilikan sertifikat lahan di atas laut yang telah terbit antara tahun 2013 hingga 2017. Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2021, Nusron menegaskan bahwa pembatalan sertifikat hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu maksimal lima tahun sejak penerbitan, sehingga opsi pembatalan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sudah tidak memungkinkan.
“Kami ajak negosiasi. Output-nya, saya minta mereka membatalkan,” ujar Nusron.
Jika negosiasi tidak mencapai hasil yang diharapkan, Nusron menyebutkan akan mengacu pada PP Nomor 20 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa pemegang sertifikat, khususnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU), wajib menunjukkan progres pembangunan dalam kurun waktu dua tahun sejak diterbitkan. Jika tidak ada perkembangan, lahan tersebut dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar, yang memungkinkan pemerintah untuk mengambil langkah hukum lebih lanjut.
“Kami melihat tidak ada progres pembangunan, sehingga bisa dimasukkan dalam kategori tanah terlantar,” tambah Nusron. Ia juga menyatakan bahwa Kementerian ATR/BPN akan mengupayakan pembatalan semua sertifikat hak yang terbit di atas laut, serta meminta Inspektorat Jenderal untuk melakukan investigasi lebih lanjut.
Dugaan Keterlibatan Charles Honoris: Indikasi dari Jejak Korporasi
HMI Cabang Bekasi mengungkap bahwa dugaan keterlibatan Charles Honoris dalam perkara ini berasal dari data keterbukaan informasi pemegang saham PT Modernland Realty Tbk, yang menyebutkan bahwa William Honoris—saudara Charles Honoris—memegang jabatan sebagai Komisaris di PT Mega Agung Nusantara (MAN).
Lebih lanjut, Fungsionaris HMI Cabang Bekasi menyoroti bahwa pada tahun 2012, Charles Honoris pernah menjabat sebagai Wakil Presiden PT Modernland Realty Tbk. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Charles Honoris memiliki keterkaitan dengan penerbitan sertifikat milik PT Mega Agung Nusantara yang terjadi pada 2013, satu tahun sebelum ia resmi menjadi anggota DPR RI pada 2014.
Tuntutan HMI Cabang Bekasi: Investigasi dan Penegakan Hukum
Atas dasar temuan ini, Fungsionaris HMI Cabang Bekasi meminta Menteri ATR/BPN Nusron Wahid untuk mengusut tuntas dan menindak tegas PT Mega Agung Nusantara. Mereka menilai bahwa tindakan perusahaan tersebut sangat merugikan kesejahteraan nelayan, terlebih setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan pagar laut milik PT MAN karena diduga belum mengantongi izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).
HMI Cabang Bekasi juga menegaskan komitmen mereka untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, baik melalui jalur kepolisian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, maupun lembaga penegak hukum lainnya. Selain itu, mereka telah menyiapkan kajian hukum dalam bentuk Draft Legal Opinion terkait Pagar Laut Bekasi, yang akan diserahkan kepada Kementerian ATR/BPN sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Respons Pemerintah Diharapkan Konkret
Polemik pagar laut Bekasi semakin menjadi perhatian publik dengan adanya dugaan keterlibatan elite politik dan perusahaan besar. Langkah-langkah hukum dan administratif dari Kementerian ATR/BPN, serta dorongan dari masyarakat sipil, diharapkan dapat memberikan solusi yang adil dan transparan bagi pihak-pihak yang terdampak, terutama masyarakat nelayan.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari Charles Honoris terkait dugaan keterlibatan dalam kasus ini. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam proses hukum yang berjalan.
—
(Redaksi)