Korupsi itu terkait pembangunan polder 202 di Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi. Beberapa hasil kajian dan observasi yang dilakukan oleh jamper, ada beberapa pejabat daerah Kota Bekasi yang terlibat dalam kasus korupsi ini.
Awal mula Jumhana Luthfi Amin (JLA) pernah menyampaikan kepada Lai Bui Min (LBM) bahwa ada tanah murah yang dapat dibeli, karena nantinya tanah itu akan dibeli oleh Pemkot dengan penerbitan SK ganti rugi untuk dijadikan polder 202. JLA kemudian mengusulkan dan memaparkan rencana untuk membeli tanah di Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi yang seluas 14.339 m² yang akan dijadikan polder 202 oleh Pemerintahan Kota Bekasi (Pemkot Bekasi) pada saat pembahasan anggaran antara Badan Anggaran (Banggar) dengan TAPD. Setelah pemaparan selesai di DPRD. Banggar pun setuju semua dengan apa yang disampaikan.
Chairoman J. Putro (CJP) selaku ketua Banggar langsung menghubungi Dinar Faizal Badar (DFP) yang juga hadir dalam pembahasan itu dan juga menyampaikan salam kepada JLA serta meminta perhatian karena butuh operasional. Atas penyampaian tersebut, DFP pun menyampaikan kepada JLA perihal permintaan tersebut dan kemudian JLA meminta kepada LBM sejumlah uang. Uang yang diterima kepada JLA oleh LBM tersebut kemudian dibagikan kepada CJP selaku ketua DPRD dan Ketua Banggar sebesar Rp. 200.000.000, sedangkan JLA sendiri mengantongi Rp. 100.000.000.
Padahal apa yang menjadi kebutuhan operasional dari CJP? Patut diduga atau bahkan sebuah kenyataan bahwa ia tidak mementingkan fungsi dari Polder tersebut. Mungkin saja ia selaku ketua Banggar menyetujui semua yang telah disampaikan terkait dengan Polder 202, karena yang menjadi tujuan adalah “operasional” tersebut, sebagaimana yang dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan “operasional” adalah Sesuatu dalam bentuk uang. DFP pun dengan sadar bahwa “operasional” itu identik dengan kebutuhan finansial atau uang. Lalu apa yang menjadi dasar CJP tidak ditetapkan sebagai tersangka? Apa karena ia sudah mengembalikan uangnya? Bukankah hal itu tidak menghapus pidananya? Bukankah juga penerimaan tersebut harus segera dilaporkan kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal penerimaan? Atau karena ada “kepentingan” dengan seorang CJP? Dimohon keadilannya agar semua yang menerima juga dapat ditetapkan sebagai tersangka dan diproses layaknya seorang pelaku Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR).
Asqi selaku Ketua JAMPER Kota Bekasi melayangkan surat laporan informasi guna untuk meluruskan ketimpangan informasi yang beredar terkait kronologis korupsi tahun 2021, yang melibatkan beberapa pejabat daerah Kota Bekasi.
“Kami dari JAMPER Kota Bekasi ingin meluruskan dari ketimpangan informasi yang beredar melalui surat yang kami layangkan kepada KPK,” pungkas Asqi (Ketua JAMPER Kota Bekasi), Kamis (25/07/2024).
(Redaksi)
Appreciate it for all your efforts that you have put in this. very interesting information.
ok