Kajari Kota Bekasi menegaskan pentingnya kebebasan pers yang tetap berjalan sesuai koridor hukum dan etika jurnalistik.
Sinergi Media, Pemerintah, dan Dunia Usaha Didorong Wujudkan Keseimbangan Informasi Publik yang Berkeadilan
Bekasi — Mediarjn.com — Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bekasi, Dr. Sulvia Triana Hapsari, menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan bagian integral dari azas supremasi hukum, namun tetap harus dijalankan dalam batas dan koridor hukum yang berlaku.
Pernyataan ini disampaikan dalam kegiatan Pembekalan dan Sosialisasi Sinergi Media, Pemerintah, dan Dunia Usaha terkait penerapan Undang-Undang Pers, Keterbukaan Informasi Publik (KIP), serta Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang digelar di Aula PWI Bekasi Raya, Jumat (31/10/2025).
Kebebasan Pers dalam Bingkai Supremasi Hukum
Dalam paparannya, Kajari Sulvia menekankan bahwa kemerdekaan pers harus dipahami sebagai bagian dari sistem demokrasi yang menjunjung keadilan dan supremasi hukum.
“Azas kemerdekaan pers sudah dijelaskan ada demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Yang mau saya bahas di sini, kebebasan pers tetap ada dalam koridor hukum,” ujar Sulvia.
Menurutnya, setiap insan pers memiliki tanggung jawab moral dan yuridis dalam menjaga keseimbangan informasi publik, agar tidak terjadi penyalahgunaan kebebasan yang berpotensi menimbulkan disinformasi atau kegaduhan sosial.
Etika dan Kepatuhan terhadap Regulasi Ditekankan
Dalam kesempatan tersebut, Sulvia juga menyoroti beberapa kasus di dunia jurnalistik yang belakangan menjadi sorotan publik. Ia menegaskan bahwa media memiliki hak untuk memberitakan, namun tetap dibatasi oleh kode etik dan peraturan perundang-undangan.
“Ada ketentuan informasi publik, ada hak pers memberitakan, tapi tidak kebablasan. Kebebasan yang tidak kebablasan!” tegasnya.
Kajari menilai, keseimbangan antara hak dan kewajiban pers menjadi kunci utama agar kebebasan informasi tetap berjalan konstruktif dan tidak melanggar asas hukum.
Ketika Opini Publik Berhadapan dengan Keadilan Formal
Sulvia turut menyinggung fenomena sosial yang berkembang di masyarakat, di mana opini publik kerap lebih berpengaruh dibandingkan hukum formal.
“Sekarang trennya adalah legal justice kalah dengan social justice. Meski hukum itu benar, tetapi ketika masyarakat berkehendak berbeda, masyarakat bisa menang,” ujarnya.
Kondisi ini, menurutnya, harus menjadi refleksi bagi semua pihak agar proses hukum tidak terdistorsi oleh tekanan sosial maupun opini massa.
Imbauan untuk Pers: Berhati-hati dalam Pemberitaan Hukum
Dalam konteks pemberitaan perkara hukum, Sulvia mengimbau agar insan pers lebih berhati-hati dan berimbang. Ia menyarankan agar wartawan melakukan diskusi atau klarifikasi terlebih dahulu dengan pihak berwenang sebelum mempublikasikan berita yang sensitif.
Hal ini penting untuk menjaga objektivitas dan menghindari kesalahpahaman hukum di tengah masyarakat. Dengan pemahaman etika dan hukum yang baik, media dapat berperan aktif sebagai penjaga transparansi sekaligus penguat supremasi hukum.
Pers sebagai Mitra Penegakan Hukum
Menutup sesi pembekalan, Kajari Kota Bekasi menegaskan kembali posisi strategis pers dalam sistem hukum nasional.
“Pers itu mitra hukum, bukan lawannya. Maka tugasnya adalah menerangi, bukan membakar,” tutup Sulvia penuh makna.
Pesan tersebut menjadi refleksi penting bagi seluruh pelaku media untuk terus mengedepankan profesionalisme, integritas, dan komitmen terhadap kebenaran hukum dalam setiap karya jurnalistiknya.
Redaksi:
Kegiatan ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat kolaborasi antara lembaga hukum, pemerintah daerah, dunia usaha, dan insan pers — agar tercipta iklim informasi publik yang sehat, transparan, dan berkeadilan di Kota Bekasi.
(Redaksi)

