Pembatalan Tender PLTSA oleh Pemkot Bekasi
Baru-baru ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi melalui Penjabat (PJ) Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhammad, resmi membatalkan pemenang tender untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) atau Proyek Pengolah Sampah Energi Listrik (PSEL). Keputusan ini telah memicu berbagai reaksi, termasuk kritik tajam dari Direktur Pusat Studi Hukum dan Advokasi Bhagasasi (PSHAB) Bekasi.
Kritik dari PSHAB Bekasi
Hani Siswadi, SH., M.Si., Direktur PSHAB Bekasi, menyatakan bahwa pembatalan ini seharusnya tidak dilakukan saat ini. Menurutnya, evaluasi penetapan pemenang tender yang dilakukan oleh Badan Barang dan Jasa (Barjas) sudah sejak September tahun lalu. Seharusnya, jika ada niat untuk membatalkan, keputusan tersebut bisa dilakukan dalam 4 bulan pertama setelah penetapan, yakni pada bulan Maret atau April lalu. Hani mempertanyakan mengapa keputusan tersebut baru diambil sekarang, yang dianggap terlalu lamban dan menimbulkan kecurigaan. “Seharusnya sejak 4 bulan pertama ditetapkan sebagai walikota, dia seharusnya mengambil sikap. Kalau mau dibatalkan ya batalkan pada pada hari itu pada bulan itu. Jangan hari ini,” ujarnya. “Jadi seyogyanya Pj itu melayangkan surat pembatalan itu, (kalau mau niat betul mau batalkan, karena investasinya besar nih, 1 koma sekian Triliun), itu bisa aja di bulan-bulan Maret – April kemarin. Kenapa baru sekarang? Artinya kan kita juga patut mempertanyakan patut menduga kan gitu. Ada apa dengan Pj ini. Kok baru hari ini? kan gitu. Ditahun-tahun politik lagi kan? Kalau misal dikaitkan dengan kondisi hari ini kalaupun misalnya gentle. Terlalu lamban Pj ini,” tukasnya.
Implikasi dan Kritik terhadap Kepemimpinan
Hani Siswadi juga mengkritik kemampuan kepemimpinan PJ Wali Kota Bekasi, yang dianggapnya lebih fokus pada aspek administrasi daripada lapangan. Menurutnya, sebagai kepala daerah, Raden Gani Muhammad seharusnya mampu menguasai berbagai aspek, baik administrasi maupun lapangan. Hani menilai bahwa keputusan yang terlambat ini menunjukkan kurangnya kemampuan dalam memimpin dan lebih sibuk dengan pencitraan. “Kemampuannya sebagai seorang leader diragukan. Dia hanya bisa dibelakang meja. Dia tidak cocok sebagai kepala daerah. Kenapa? Karena kepala daerah itu semua aspek dia harus kuasai. Aspek administrasi dan aspek lapangan,” terangnya. “Tapi hari ini cenderung pada administrasi. Okelah sebagai kepala biro hukum dia mampu. Tapi sebagai kepala daerah dia tidak ada kemampuan untuk itu sebagai leadership. Bisa dicontohkan seperti sekarang yang terjadi. Surat pembatalan itu setelah sekian bulan. Sangat telat. Sangat telat, terlalu sibuk dengan pencitraan,” pungkas Hani.
(Redaksi)
Saved as a favorite, I really like your blog!
thanks